HAKEKAT
KURIKULUM
A.
Pengertian Kurikulum
1. Pengertian
Kurikulum secara Etimologis
Secara etimologis istilah
kurikulum yang dalam bahasa Inggris ditulis “curriculum” berasal
dari bahasa Yunani yaitu “curir” yang berarti “pelari”, dan “curere” yang
berarti “tempat berpacu”. Tidak heran jika dilihat dari arti harfiahnya,
istilah kurikulum tersebut pada awalnya digunakan dalam dunia Olah raga,
seperti bisa diperhatikan dari arti “pelari dan tempat berpacu”, yang
mengingatkan kita pada jenis olah raga Atletik.
2. Pengertian
Kurikulum berdasarkan Istilah
Berawal dari makna “curir” dan
“curere” kurikulum berdasarkan istilah diartikan sebagai “Jarak
yang harus ditempuh oleh seorang pelari mulai dari start sampai finish untuk
memeroleh medali atau penghargaan”. Pengertian tersebut kemudian
diadaptasikan ke dalam dunia pendididikan dan diartikan sebagai “Sejumlah
mata pelajaran yang harus ditempuh oleh seorang siswa dari awal hingga akhir
program demi memeroleh ijazah”
3. Menurut
Peter F. Oliva
“Curriculum is the plan or program
for all experiences which the learner encounters under the direction of the
school” (Oliva, 1982). Kurikulum adalah suatu program atau rencana yang
dikembangkan oleh lembaga (sekolah) untuk memberikan berbagai pengalaman
belajar bagi siswa. Definisi tersebut mengandung dua hal penting yang harus
dipahami.
Pertama bahwa
kurikulum adalah merupakan program atau rencana yang memuat proyeksi yang akan
dilakukan oleh lembaga pendidikan.Kedua kurikulum merupakan
seluruh pengalaman (all experiences). Batasan kedua ini mengisyaratkan
bahwa kurikulum memiliki makna yang lebih luas daripada pengertian yang
pertama, artinya selain sebagai rencana, kurikulum juga merupakan seluruh
pengalaman atau aktivitas yang terjadi sebagai realisasi dari program atau
rencana yang telah dibuat sebelumnya.
4. Kurikulum
menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003
Menurut UU no. 20 tahun 2003,
kurikulum adalah “Seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi,
dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”. (Bab I
Pasal 1 ayat 19).
B.
Hakikat Kurikulum
Hakekat
kurikulum menurut Saylor, Alexander dan leuwis (1981), membuat kategori rumusan
pengertian kurikulum, yaitu:
1.
Kurikulum sebagai rencana tentang mata pelajaran atau
bahan-bahan pelajaran.
Menurut
kamus webster’s new international dictionary, yang sudah memasukkan istilah
kurikulum dalam khasanah kosakata bahasa inggris sejak tahun 1593, member arti
kepada istilah kurikulum sebagai berikut:
a.
A course, esp. a specified fixed course of study, as
in a school or college, as one leading to a degree.
b.
The whole body of courses offered in an educational
institution, or by a department there of.
Definisi diatas artinya:
a.
Sebagai sejumlah pelajaran yang ditetapkan untuk
dipelajari oleh siswa disuatu sekolah atau perguruan tinggi, untuk memperoleh
ijazasah atau gelar.
b.
Keseluruhan mata pelajaran yang ditawarkan oleh suatu
lembaga pendidikan atau suatu departemen tertentu.
2.
Kurikulum sebagai rencana tentang pengalaman belajar
Pengalaman-pengalaman
belajar bisa berupa mempelajari mata pelajaran dan berbagai kegiatan lain yang
dapat memberi pengalaman beajar yang bermanfaat. Kegiatan belajar pun tidak
terbatas pada kegiatan-kegitan belajar didalam kelas atau sekolah, melainkan
juga kegiatan yang dilakukan diluar kelas atau sekolah; asalkan dilakukan atas
tanggung jawab sekolah (Romine, 1954).
Menurut strate meyer, frokner dan
Mck Kim (1947) menurut ketiga tokoh diatas mengartikan kurikulum dalam tiga cara,
yaitu:
a.
Mata pelajaran-mata pelajaran dan kegiatan-kegiatan
lain yang dilakukan di kelas
b.
Seluruh pengalaman belajar, baik yang diperoleh
dikelas maupun di luar kelas yang disponsori oleh sekolah
c.
Seluruh pengalaman hidup siswa. Kurikulum
mencakup aspek yang cukup luas yakni meliputi seluruh pengalaman siswa, karena
menurut ketiga tokoh diatas berpandangan bahwa pendidikan bertugas
mempersiapkan siswa untuk dapat berfungsi dan menyesuaikan diri dengan seluruh
aspek kehidupan di masyarakat.
Menurut Thorn ton dan
Wright (1964) mengemukakan bahwa kurikulum diguakan utuk menunjukkan kepada
semua pengalaman belajar siswa yang diperoleh dibawah pegawasan sekolah.
3.
Kurikulum sebagai rencana tentang kesempatan belajar
Istilah
rencana belajar yaitu apa yang diinginkan oleh perencana kurikulum untuk
dipelajari siswa selama mengikuti pendidikan di sekolah. Menurut Hilda
Taba(1962) menyatakan kurikulum adalah suatu rencana belajar. Oleh karena itu,
konsep-konsep tetang belajar dan perkembangan individu dapat mewarnai
bentuk-bentuk kurikulum. Rencana belajar mencakup tujuan, materi,
organisasi kegiatan dan penilaian keberhasilan belajar.
C.
Konsep Dasar Kurikulum
McNeil
(1981) mengkategorikan konsep-konsep kurikulum ke dalam empat macam yaitu:
1.
Konsep kurikulum humanistis
Konsep
ini memandang kurikulum sebagai alat untuk mengembangkan diri setiap individu
siswa. Tujuan-tujuan kurikulum seharusnya menekankan pada segi perkembangan
pribadi, integrasi, dan otonomi individu. Menurut Maslow yang
menekankan pada kajian tentang perjenjangan atau hirarki kebutuhan individual
memandang, bahwa setiap individu mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang harus
dipenuhi. Kebutuhan itu beranjak dari yang paling mendasar hingga yang paling
tinggi. Kebutuhan mendasar adalah kebutuhan jasmaniah sedangkan kebutuhan
tinggi adalah kebutuhan akan perwujudan diri.
Konsep
kurikulum humanistis melahirkan bentuk kurikulum yang berpusat pada anak didik.
Dalam kurikulum seperti ini setiap siswa berkesempatan belajar sesuai minat dan
kebutuhannya masing-masing.
2.
Konsep kurikulum rekonstruksi social
Pada
konsep ini menekankan pentingnya kurikulum sebagai alat untuk melakukan
rekonstruksi atau penyusunan kembali corak kehidupan dan kebudayaan masyarakat.
Dampak
dari penerapan konsep kurikulum ini adalah:
a.
Untuk kepentingan penyusunan kurikulum perlu
dianalisis kebutuhan
b.
Berdasarkan kebutuhan-kebutuhan yang dapat dikenali
dilakukan penentuan prioritas
c.
Proses pendidikan di sekolah menekankan pada kegiatan
pemecahan masalah
d.
Masyarakat dijadikan sebagai sumber belajar.
Konsep kurikulum ini melahirkan bentuk kurikulum yang
berpusat pada kegiatan. Kurikulum semacam ini disebut juga dengan kurikulum
proyek dan kurikulum pengalaman.
3.
Konsep kurikulum teknologis
Istilah teknologi yang
dimaksudakan adalah suatu pendekatan sistem dalam memecahkan masalah-masalah
praktis dalam kehidupan. Konsep ini memandang bahwa kurikulum merupakan suatu
sistem yang dikembangkan dengan pendekatan sistem. Sebagai suatu sistem
kurikulum mempunyai komponen-komponen yang saling berkaitan dalam mengengefektifkan
pencapaian tujuan. Konsep kurikulum ini tidak melahirkan suatu bentuk kurikulum
tertentu. Konsep ini lebih menekankan pada perancangan sistem belajar mengajar
berdasarkan pendekatan sistem. Penerapannya tercermin dari penerapan sistem pengajaran
individual.
4.
Konsep kurikulum akademis.
Menurut Elliot Eisner dan
Elizabeth Vallance dalam buku Conflicting Conceptions of Curriculum
mengemukakan konsep bahwa kurikulum merupakan alat untuk mengembangkan
kemampuan kognitif. (Mcneil, 1981) Proses pengembangan kurikulum dilakukan
dengan merencanakan kegiatan mempelajari bahan-bahan pelajaran yang bersifat
akademis. Konsep kurikulum ini melahirkan bentuk-bentuk kurikulum yang
berorientasi pada mata pelajaran.
Bruner (1961) mengajukan suatu
bentuk kurikulum akademis ini dalam suatu bentuk kurikulum spiral yakni
kurikulum yang berisi sejumlah struktur disiplin ilmu, yang secara
berulang-ulang dipelajari oleh siswa diberbagai jenjang sekolah, dengan tingkat
kedalaman dan keluasan mempelajari bahan yang makin meningkat sesuai dengan
jenjangnya. Bentuk lain dari konsep kurikulum ini adalah kurikulum inti yaitu
berisi mata pelajaran dan bahan pelajaran yang bersifat fundamental dan
dianggap paling penting untuk dikuasai setiap siswa. Jadi, kurikulum inti merupakan
kurikulum umum (mengenai materi pendidikan umum)
Rencana belajar pada kurikulum
inti meyediakan dua paket yaitu paket kurikulum inti dan paket elektif, yang
berisi bidang-bidang studi yang bisa dipilih sesuai bakat dan minat siswa.
D.
Komponen Kurikulum
1. Komponen
tujuan
Tujuan merupakan gambaran
harapan, sasaran yang menjadi acuan bagi semua aktivitas yang dilakukan untuk
mencapainya. Istilah yang lebih populer saat ini yang digunakan sebagai padanan
tujuan, yaitu “Kompetensi”. Kompetensi merupakan rumusan kemampuan berhubungan
dengan aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang harus direfleksikan
dalam berfikir dan bertindak secara konsisten.
Adapun jenis tujuan bisa
dibedakan dari mulai tujuan yang sangat umum dan bersifat jangka panjang sampai
pada tujuan lebih spesifik atau jangka pendek (segera) dengan urutan sebagai
berikut.
a.
Tujuan Pendidikan Nasional
Tujuan
pendidikan nasional merupakan sasaran akhir yang harus menjadi inspirasi bagi
setiap penyelenggara pendidikan pada setiap jenjang, jalur dan jenis pendidikan
di seluruh Indonesia. Dalam Undang-undang no. 20 tahun 2003 menjelaskan bahwa
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.
b.
Tujuan Pendidikan Lembaga (Institusional)
Tujuan Pendidikan Lembaga merupakan sasaran, harapan
atau arah yang harus menjadi acuan untuk dicapai oleh setiap lembaga pendidikan
sesuai dengan jalur, jenjang dan jenis pendidikannya. Istilah yang digunakan
saat ini sebagai padanan tujuan institusional ialah “Standar Kompetensi
Lulusan/SKL” Misalnya tujuan lembaga pendidikan dasar ialah “Meletakkan dasar
kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk
hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.” (Peraturan Mendiknas no.
23 Tahun 2006).
c. Tujuan
Kurikuler (Mata pelajaran)
Tujuan Kurikuler merupakan kemampuan/kompetensi yang
harus dimiliki oleh siswa setelah memelajari suatu mata pelajaran atau kelompok
mata pelajaran. Adapun istilah yang saat ini digunakan sebagai padanan tujuan
mata pelajaran (kurikuler) yaitu “standar kompetensi”.
d. Tujuan
Pembelajaran (Instruksional)
Merupakan penjabaran lebih lanjut dari standar
kompetensi, yaitu rumusan kemampuan/kompetensi (pengetahuan, sikap, keterampilan)
yang harus dimiliki secara segera dan bisa diketahui hasilnya setelah setiap
pembelajaran berakhir. Istilah yang digunakan saat ini sebagai padanan tujuan
pembelajaran adalah “kompetensi dasar dan indikator” pembelajaran.
2.
Komponen Isi/ materi
Komponen isi dan struktur materi
merupakan materi yang diprogramkan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu
yang telah ditetapkan. Isi yang dimaksud biasanya berupa bidang-bidang studi,
misalnya, Matematika, Bahasa Indonesia, IPA, IPS, Fisika dan sebagainya.
Bidang-bidang tersebut disesuaikan dengan jenis dan jenjang pendidikan yang ada
di suatu lembaga pendidikan. Isi program kurikulum adalah segala sesuatu yang
diberikan kepada siswa dalam kegiatan belajar mengajar dalam rangka mencapai
tujuan. Isi kurikulum terdiri dari dua kelompok besar, yaitu jenis-jenis bidang
studi yang diajarkan di masing-masing bidang studi tersebut.
3.
Komponen metode/ strategi
Merupakan pendekatan, strategi,
dan sistem pengelolaan pendidikan/pembelajaran yang dilakukan di setiap lembaga
pendidikan, sehingga program atau kurikulum yang telah ditetapkan dapat
berjalan secara efektif, efisien, dan akuntabel.
Ada tiga alternatif pendekatan yang dapatdigunakan:
a. Pendekatan
yang berpusat pada mata pelajaran (subject oriented)
b. Pendekatan
yang berpusat pada siswa (student oriented)
c. Pendekatan
yang berorientasi pada kehidupan masyarakat
d.
Komponen evaluasi
Evaluasi merupakan
komponen untuk melihat efektifitas pencapaian tujuan. Fungsi evaluasi menurut
Scriven ( 1967 ) adalah evaluasi sebagai fingsi sumatif dan evaluasi sebagai
fungsi formatif. Evaluasi sebagai alat untuk melihat keberhasilan pencapaian
tujuan dapat dikelompokan kedalam dua jenis, yaitu tes dan non tes.
a.
Tes
Tes digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam
aspek kognitif atau tingkat penguasai materi pembelajaran. Adapun jenis-jenis
tes adalah sebagai berikut.
1.
Berdasarkan jumlah peserta
a.
Tes kelompok adalah tes yang dilakukan terhadap
sejumlah siswa secara bersama-sama.
b.
Tes individual adalah tes yang dilakukan kepada
seorang siswa secara perorangan .
2.
Berdasarkan cara penyusunannya
a.
Tes buatan guru disusun untuk menghasilkan informasi
yang dibutuhkan oleh guru bersangkutan.
b.
Tes standar adalah tes yang digunakan untuk mengukur
kemampuan siswa.
3.
Dilihat dari pelaksanaannya
a.
Tes tertulis adalah tes yang dilakukan dengan cara
menjawab sejumlah item soal dengan cara tertulis. Ada dua jenis tes yang
termasuk kedalam tes tertulis ini, yaitu tes essai dan tes objektif.
b.
Tes lisan adalah bentuk tes yang menggunakan bahasa
secara lisan.
c.
Tes perbuatan adalah tes dalam bentuk peragaan.
b.
Non Tes
Non tes adalah alat evaluasi yang biasanya digunakan
untuk menilai aspek tingkah laku termasuk sikap, minat, dan motivasi. Ada
beberapa jenis non tes sebagai alat evaluasi, diantaranya wawancara, observasi,
studi kasus, dan skala penilaian.
1.
Observasi
Observasi adalah teknik penilaian dengan cara
mengamati tingkah laku pada situasi tertentu. Ada dua jenis observasi, yaitu
observasi partisipatif dan non partisipatif.
a.
Observasi partisipatif adalah observasi yang dilakukan
dengan menempatkan observer sebagai bagian dimana observasi itu dilakukan.
b.
Observasi non partisipatif adalah observasi yang
dilakukan dengan cara observer murni sebagai pengamat. Artinya, observer dalam
melakukan pengamatan tidak aktif sebagai bagian dari itu, akan tetapi ia
berperan smata-mata hanya sebagai pengamat saja.
2.
Wawancara
Wawancara adalah komunikasi langsung antara yang
diwawancarai dan yang mewawancarai. Ada dua jenis wawancara, yaitu wawancara
langsung dan wawancara tidak langsung.
a.
Wawancara langsung dimana pewawancara melakukan
komunikasi dengan subjek yang ingin dievaluasi.
b.
Wawancara tidak langsung dilakukan dimana pewawancara
ingin mengumpulkan data subjek melalui perantara.
3.
Studi Kasus
Studi kasus dilaksanakan untuk mempelajari individu
dalam periode tertentu secara terus-menerus.
TEORI KURIKULUM
Salah satu sub teori dari teori pendidikan adalah teori kurikulum.
Bekembangnya teori kurikulum ikut andil menjadikan teori pendidikan semakin
besar dan pesat. Susunan hierarki teori pendidikan dengan subteori dan teori
yang memayunginya dapat dilihat pada bagan berikut ini:
Teori-Teori Ilmu
Pendidikan
|
Teori-Teori
Desain Kurikulum
|
Teori-Teori
Rekayasa Kurikulum
|
Teori kurikulum adalah suatu perangkat
pernyataan yang memberikan makna terhadap kurikulum sekolah, makna tersebut
terjadi karena adanya penegasan hubungan antara unsure-unsur kurikulum, karena
adanya petunjuk perkembangan/penggunaan dan evaluasi kurikulum.
Konsep terpenting yang perlu mendapat
penjelasan dalam teori kurikulum adalah konsep kurikulum.
1. Konsep kurikulum
Konsep
terpenting yang perlu mendapatkan penjelasan dalam teori kurikulum adalah
konsep kurikulum. Ada tiga konsep tentang kurikulum, kurikulum sebagai
substansi, sebagai sistem, dan sebagai bidang studi.
a. Konsep pertama, kurikulum sebagai suatu
substansi:
Suatu kurikulum,
dipandang orang sebagai suatu rencana kegiatan belajar bagi murid-murid di
sekolah, atau sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin dicapai. Suatu
kurikulum juga dapat menunjuk kepada suatu dokumen yang berisi rumusan tentang
tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar-mengajar, jadwal, dan evaluasi. Suatu
kurikulum juga dapat digambarkan sebagai dokumen tertulis sebagai hasil
persetujuan bersama antara para penyusun kurikulum dan pemegang kebijaksanaan
pendidikan dengan masyarakat. Suatu kurikulum juga dapat mencakup lingkup tertentu,
suatu sekolah, suatu kabupaten, propinsi, ataupun seluruh negara.
b. Konsep kedua, adalah kurikulum sebagai suatu sistem:
Yaitu sistem kurikulum. Sistem kurikulum merupakan bagian dari sistem
persekolahan, sistem pendidikan, bahkan sistem masyarakat. Suatu sistem
kurikulum mencakup struktur personalia, dan prosedur kerja bagaimana cara menyusun
suatu kurikulum, melaksanakan, mengevaluasi, dan menyempurnakannya. Hasil dari
suatu sistem kurikulum adalah tersusunnya suatu kurikulum, dan fungsi dari sistem
kurikulum adalah bagaimana memelihara kurikulum agar tetap dinamis.
c. Konsep ketiga, kurikulum sebagai
suatu bidang studi:
Yaitu bidang studi kurikulum. Ini merupakan bidang kajian para ahli
kurikulum dan ahli pendidikan dan pengajaran. Tujuan kurikulum sebagai bidang
studi adalah mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan sistem kurikulum. Mereka
yang mendalami bidang kurikulum mempelajari konsep-konsep dasar tentang
kurikulum. Melalui studi kepustakaan dan berbagai kegiatan penelitian dan
percobaan, mereka menemukan hal-hal barn yang dapat memperkaya dan memperkuat
bidang studi kurikulum.
Seperti halnya para ahli ilmu sosial lainnya, para ahli teori kurikulum
juga dituntut untuk:
(1) mengembangkan
definisi-definisi deskriptif dan preskriptif dari istilah-istilah teknis,
(2) mengadakan
klasifikasi tentang pengetahuan yang telah ada dalam pengetahuan-pengetahuan
baru,
(3) melakukan
penelitian inferensial dan prediktif,
(4) mengembangkan
subsubteori kurikulum, mengembangkan dan melaksanakan model-model kurikulum.
Keempat tuntutan tersebut menjadi kewajiban seorang ahli teori kurikulum.
Melalui pencapaian keempat hal tersebut baik sebagai subtansi, sebagai sistem,
maupun bidang studi kurikulum dapat bertahan dan dikembangkan.
2. Perkembangan teori kurikulum
Perkembangan teori kurikulum tidak dapat dilepaskan dari
sejarah perkembangannya. Perkembangan kurikulum telah dimulai pada tahun 1890
dengan tulisan Charles dan McMurry, tetapi secara definitif berawal pada hasil
karya Franklin Babbit tahun 1918. Bobbit Bering dipandang sebagai ahli
kurikulum yang pertama, is perintis pengembangan praktik kurikulum. Bobbit
adalah orang pertama yang mengadakan analisis kecakapan atau pekerjaan sebagai
cara penentuan keputusan dalam penyusunan kurikulum. Dia jugalah yang
menggunakan pendekatan ilmiah dalam mengidentifikasi kecakapan pekerjaan dan
kehidupan orang dewasa sebagai dasar pengembangan kurikulum.
Menurut Bobbit, inti teori kurikulum itu sederhana, yaitu
kehidupan manusia. Kehidupan manusia meskipun berbeda-beda pada dasarnya sama,
terbentuk oleh sejumah kecakapan pekerjaan. pendidikan berupaya mempersiapkan
kecakapan-kecakapan tersebut dengan teliti dan sempurna. Kecakapan-kecakapan
yang harus dikuasai untuk dapat terjun dalam kehidupan sangat bermacam-macam,
bergantung pada tingkatannya maupun jenis lingkungan. Setiap tingkatan dan
lingkungan kehidupan menuntut penguasaan pengetahuan, keterampilan, sikap,
kebiasaan, apresiasi tertentu. Hal-hal itu merupakan tujuan kurikulum. Untuk
mencapai hal-hal itu ada serentetan pengalaman yang harus dikuasai anak.
Seluruh tujuan beserta pengalaman-pengalaman tersebut itulah yang menjadi bahan
kajian teori kurikulum.
Werrett W.
Charlters (1923) setuju dengan konsep Bobbit tentang
analisis kecakapan/pekerjaan sebagai dasar penyusunan kurikulum. Charters lebih menekankan pada pendidikan
vokasional.
Ada dua hal yang sama dari teori kurikulum, teori Bobbit
dan Charters. Pertama,keduanya
setuju atas penggunaan teknik ilmiah dalam memecahkan masalah-masalah
kurikulum. Dalam hal ini mereka dipengaruhi oleh gerakan ilmiah dalam
pendidikan yang dipelopori oleh E.L. Thorndike, Charles Judd, dan lain-lain. Kedua, keduanya bertolak pada asumsi
bahwa sekolah berfungsi mempersiapkan anak bagi kehidupan sebagai orang dewasa.
Untuk mencapai hal tersebut, perlu analisis tentang tugas-tugas dan tuntutan
dalam kurikulum disusun keterampilan, pengetahuan, sikap, nilai, dan lain-lain
yang diperlukan untuk dapat berpartisipasi dalam kehidupan orang dewasa.
Bertolak pada hal-hal tersebut mereka menyusun kurikulum secara lengkap dalam
bentuk yang sistematis.
Mulai tahun 1920, karena pengaruh pendidikan progresif,
berkembang gerakan pendidikan yang berpusat pada anak (child centered). Teori kurikulum berubah dari
yang menekankan pada organisasi isi yang diarahkan pada kehidupan sebagai orang
dewasa (Bobbit dan Charters) kepada kehidupan psikologis anak pada saat ini.
Anak menjadi pusat perhatian pendidikan. Isi kurikulum harus didasarkan atas
minat dan kebutuhan siswa. pendidikan menekankan kepada aktivitas siswa, siswa
belajar melalui pengalaman. Penyusunan kurikulum harus melibatkan siswa.
Perkembangan teori kurikulum selanjutnya dibawakan oleh
Hollis Caswell. Dalam peranannya sebagai ketua divisi pengembang kurikulum di
beberapa negara bagian di Amerika Serikat (Tennessee, Alabama, Florida,
Virginia), is mengembangkan konsep kurikulum yang berpusat pada masyarakat atau
pekerjaan (society centered) maka Caswell mengembangkan
kurikulum yang bersifat interaktif. Dalam pengembangan kurikulumnya, Caswell
menekankan pada partisipasi guru-guru, berpartisipasi dalam menentukan
kurikulum, menentukan struktur organisasi dari penyusunan kurikulum, dalam
merumuskan pengertian kurikulum, merumuskan tujuan, memilih isi, menentukan
kegiatan belajar, desain kurikulum, menilai hasil, dan sebagainya.
pada tahun 1947 di Univeristas Chicago berlangsung
diskusi besar pertama tentang teori kurikulum. Sebagai hasil diskusi tersebut
dirumuskan tiga tugas utama teori kurikulum:
(1) mengidentifikasi
masalah-masalah penting yang muncul dalam pengembangan kurikulum dan
konsep-konsep yang mendasarinya,
(2) menentukan
hubungan antara masalah-masalah tersebut dengan struktur yang mendukungnya,
(3) mencari
atau meramalkan pendekatan-pendekatan pada masa yang akan datang untuk memecahkan
masalah tersebut.
Ralph W. Tylor (1949) mengemukakan empat
pertanyaan pokok yang menjadi inti kajian kurikulum:
1. Tujuan
pendidikan yang manakah yang ingin dicapai oleh sekolah?
2. pengalaman
pendidikan yang bagaimanakah yang harus disediakan untuk mencapai tujuan
tersebut?
3. Bagaimana
mengorganisasikan pengalaman pendidikan tersebut secara efektif?
4. Bagaimana
kita menentukan bahwa tujuan tersebut telah tercapai?
Empat
pertanyaan pokok tentang kurikulum dari Tylor ini banyak dipakai oleh para
pengembangan kurikulum berikutnya. Dalam konferensi nasional perhimpunan
pengembang dan pengawas kurikulum tahun 1963 dibahas dua makalah penting dari
George A. Beauchamp dan Othanel Smith. Beauchamp menganalisis pendekatan ilmiah
tentang tugas-tugas pengembangan teori dalam kurikulum. Menurut Beauchamp,
teori kurikulum secara konseptual berhubungan erat dengan pengembangan teori
dalam ilmu-ilmu lain. Hal-hal yang penting dalam pengembangan teori kurikulum
adalah penggunaan istilah-istilah teknis yang tepat dan konsisten, analisis dan
klasifikasi pengetahuan, penggunaan penelitianpenelitian preckktif untuk
menambah konsep, generalisasi atau kaidahkaidah, sebagai prinsip-prinsip yang
menjadi pegangan dalam menjelaskan fenomena kurikulum.
Dalam
makalah kedua, Othanel Smith menguraikan peranan filsafat dalam pengembangan
teori kurikuklm yang bersifat ilmiah. Menurut Smith, ada tiga sumbangan utama
filsafat terhadap teori kurikulum, yaitu dalam (1) merumuskan dan
mempertimbangan tujuan pendidikan, (2) memilih dan menyusun bahan, dan (3)
perluasan bahasa khusus kurikulum.
James
B. MacDonald (1964) melihat teori kurikulum dari model sistem. Ada empat sistem
dalam persekolahan yaitu kurikulum, pengajaran (instruction), mengajar (teaching),dan belajar. Interaksi dari empat sistem ini dapat digambarkan dengan
suatu diagram Venn. Melihat kurikulum sebagai suatu sistem dalam sistem yang
lebih besar yaitu persekolahan dapat memperjelas pemikiran tentang konsep
kurikulum. Penggunaan model sistem juga dapat membantu para ahli teori
kurikulum menentukan jenis dan lingkup konseptualisasi yang diperlukan dalam
teori kurikulum.
Broudy, Smith, dan Burnett (1964) menjelaskan makalah
persekolahan dalam suatu skema yang menggambarkan komponen-komponen dari
keseluruhan proses mempengaruhi anak. Skema persekolahan dari Broudy dan
kawan-kawannya dapat dilihat pada Bagan 2.4.
Beauchamp merangkumkan perkembangan teori kurikulum
antara tahun 1960 sampai dengan 1965. la mengidentifikasi adanya enam komponen
kurikulum sebagai bidang studi, yaitu: landasan kurikulum, isi kurikulum,
desain kurikulum, rekayasa kurikulum, evaluasi dan penelitian, dan pengembangan
teori.
Thomas L. Faix (1966) menggunakan analisis
struktural-fungsional yang berasal dari biologi, sosiologi, dan antropologi
untuk menjelaskan konsep kurikulum. Fungsi kurikulum dilukiskan sebagai proses
bagaimana memelihara dan mengembangkan strukturnya. Ada sejumlah pertanyaan
yang diajukan dalam analisis struktural-fungsional ini. Topik dan subtopik dari
pertanyaan ini menunjukkan fenomena-fenomena kurikulum. Pertanyaan-pertanyaan
itu menyangkut:
(1) pertanyaan
umum tentang fenomena kurikulum,
(2) sistem
kurikulum,
(3) unit
analisis dan unsurunsurnya,
(4) struktur
sistem kurikulum,
(5) fungsi
sistem kurikulum,
(6) proses
kurikulum, dan
(7) prosedur
analisis struktural-fungsional.
BAGAN 2.4 Skema persekolahan dari Broudy, Smith, dan
Bunett. CURRICULUM
Content Categories
of instruction Modes of Teaching
Facts Symbolic studies Situastion
Concept Basic Sciences Modes
Desriptive Developmental studies Operational
Principles Testhetics studies Modes
Students Learnings:
Cognitive maps
Evaluational maps
Attitudes and
values systems
Associative
meanings
and images
Intellectual
Operations
Excecutive
Operations
Assessment system:
Examinations
Tests:
Essay-Objective
Teacher Judgements
Self evaluation
Self inventory
Alizabeth S. Maccia. (1965) dari hasil
analisisnya menyimpulkan adanya empat teori kurikulum, yaitu:
(1) teori kurikulum (curriculum theory),
(2) teori kurikulum-formal (formal-curriculum theory),
(3) teori kurikulum valuasional (valuational curriculum theory), dan
(4) teori kurikulum praksiologi (praxiological curriculum theory).
Teori
kurikulum (curriculum Theory atau event theory) merupakan teori yang
menguraikan pemilihan dan pemisahan kejadian/peristiwa kurikulum atau yang
berhubungan dengan kurikulum dan yang bukan. Menurut Maccia, kurikulum
merupakan bagian dari pengajaran, teori kurikulum merupakan subteori
pengajaran. Teori kurikulum formal memusatkan perhatiannya pada struktur isi
kurikulum. Teori kurikulum valuasional mengkaji masalah-masalah pengajaran apa
yang berguna/ berharga bagi keadaan sekarang. Teori kurikulum
praksiologi merupakan suatu pengkajian tentang proses untuk mencapai
tujuan-tujuan kurikulum. Walaupun mungkin, kita tidak setuju dengan seluruh
pendapat Maccia, tetapi is telah berhasil menunjukkan sejumlah dimensi
kurikulum yang cukup berharga untuk menjelaskan teori kurikulum.
Mauritz Johnson (1967) membedakan antara kurikulum dengan
proses pengembangan kurikulum. Kurikulum merupakan basil dari sistem
pengembangan kurikulum, tetapi sistem pengembangan bukan kurikulum. Menurut
Johnson, kurikulum merupakan seperangkat tujuan belajar yang terstruktur. Jadi,
kurikulum berkenaan dengan tujuan dan bukan dengan kegiatan. Berdasarkan
rumusan kurikulum tersebut, pengalaman belajar anak menjadi bagian dari
pengajaran.
Johnson menganalisis enam unsur kurikulum, yaitu:
1. A
curriculum is a structured series of intended learning out comes.
2. Selection
is an essential aspect of curriculum formulation.
3. Structure
is an essential charactistic of curriculum.
4. Curriculum
guide instrcution
5. Curriculum
evaluation involeves validation of both selection and structure.
6. Curriculum
is the criterion for instructional evaluation.
Jack R.
Frymier (1967) mengemukakan tiga unsur dasar kurikulum, yaitu aktor, artifak,dan pelaksanaan. Aktor adalah orang-orang yang
terlibat dalam pelaksanaan kurikulum. Artifak adalah isi dan rancangan
kurikulum. Pelaksanaan adalah proses interaksi antara aktor yang melibatkan
artifak. Studi kurikulum menurut Frymier meliputi tiga I angkah: perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi.
Ada
beberapa masalah atau isu substansial dalam pembahasan tentang teori kurikulum,
yaitu definisi kurikulum, sumber-sumber kebijaksanaan kurikulum, desain
kurikulum, rekayasa kurikulum, peranan nilai dalam pengembangan kurikulum, dan
implikasi teori kurikulum.
Semua rumusan teori kurikulum diawali dengan
definisi. Definisi di sini bukan sekadar definisi istilah, melainkan definisi
konsep, isi dan ruang lingkup, serta struktur. Beberapa pertanyaan umum tentang
karakteristik kurikulum sebagai bidang studi yang perlu didefinisikan
umpamanya, apakah kurikulum merupakan suatu konsep dalam sistem persekolahan?
Apakah kurikulum mencakup mengajar dan pengajaran? Sampai sejauh mana kegiatan
belajar siswa menjadi bagian kurikulum? Apakah ruang lingkup kurikulum sebagai
bidang studi? Beberapa pertanyaan yang lebih khusus, yang lebih berkenaan
dengan karakteristik desain kurikulum, umpamanya apakah kurikulum harus
memiliki serangkaian tujuan khusus? Apakah kurikulum perlu memiliki sejumlah
materi untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut? Apakah kurikulum perlu mengadakan
rumusan yang lebih spesifik tentang rencana dan bahan pengajaran? Apakah perlu
ada spesifikasi tentang makna perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kurikulum?
1. Sumber Pengembangan
Kurikulum
Dari kajian sejarah kurikulum, kita
mengetahui beberapa hat yang menjadi sumber atau landasan inti penyusunan
kurikulum. Pengembangan kurikulum pertama bertolak dari kehidupan dan pekerjaan
orang dewasa. Karena sekolah mempersiapkan anak bag! kehidupan orang dewasa,
kurikulum terutama isi kurikulum diambil dari kehidupan orang dewasa. Para
pengembang kurikulum mendasarkan kurikulumnya atas hasil analisis pekerjaan dan
kehidupan orang dewasa.
Dalam pengembangan selanjutnya, sumber in!
menjadi lugs meliputi semua unsur kebudayaan. Manusia adalah makhluk yang
berbudaya, hidup dalam lingkungan budaya, dan turut menciptakan budaya. Untuk
dapat hidup dalam lingkungan budaya, ia harus mempelajari budaya, maka budaya
menjadi sumber utama isi kurikulum. Budaya ini mencakup semua disiplin ilmu
yang telah ditemukan dan dikembangkan para pakar, nilai-nilai adat-istiadat,
perilaku, benda-benda, dan lain-lain.
Sumber lain penyusunan kurikulum adalah anak. Dalam pendidikan atau
pengajaran, yang belajar adalah anak. Pendidikan atau pengajaran bukan
memberikan sesuatu pada anak, melainkan menumbuhkan potensipotensi yang telah
ada pada anak. Anak menjadi sumber kegiatan pengajaran, ia menjadi sumber
kurikulum. Ada tiga pendekatan terhadap anak sebagai sumber kurikulum, yaitu
kebutuhan siswa, perkembangan siswa, serta minat siswa. Jadi, ada pengembangan
kurikulum bertolak dari kebutuhan-kebutuhan siswa, tingkat-tingkat perkembangan
siswa, serta hal-hal yang diminati siswa.
Beberapa pengembang kurikulum mendasarkan penentuan kurikulum kepada
pengalaman-pengalaman penyusunan kurikulum yang lalu. Pengalaman
pengembangan kurikulum yang lalu menjadi sumber penyusunan kurikulum kemudian.
Hal lain yang menjadi sumber penyusunan kurikulum adalah nilai-nilai. Beauchamp
menegaskan bahwa nilai dapat merupakan sumber penentuan keputusan yang dinamis.
Pertanyaan pertama yang muncul dalam kurikulum yang berdasarkan nilai adalah:
Apakah yang harus diajarkan di sekolah? In! merupakan pertanyaan tentang nilai.
Nilai-nilai apakah yang harus diberikan dalam pelaksanaan kurikulum?Nilai-nilai apa yang
digunakan sebagai kriteria penentuan kurikulum dan pelaksanaan kurikulum.
Terakhir yang menjadi sumber penentuan kurikulum adalah kekuasaan
sosial-politik.Di Amerika Serikat pemegang kekuasaan
sosial-politik yang menentukan kebijaksanaan dalam kurikulum adalah board of education lokal yang mewakill negara
bagian. Di Indonesia, pemegang kekuasaan sosialpolitik dalam penentuan
kurikulum adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang dalam pelaksanaannya
dilimpahkan kepada Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah serta Dirjen Pendidikan
Tinggi bekerja sama dengan Balitbangdikbud. pada pendidikan dasar dan menengah,
kekuasaan penyusunan kurikulum sepenuhnya ada pada pusat, sedangkan pada
perguruan tinggi rektor diberi kekuasaan untuk menentukan
kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam penyusunan kurikulum.
2. Desain dan Rekayasa
Kurikulum
Telah diutarakan sebelumnya bahwa ada dua
subteori dari teori kurikulum, yaitu desain kurikulum (curriculum design) dan rekayasa kurikulum (curriculum engineering).
Desain kurikulum merupakan suatu
pengorganisasian tujuan, isi, serta proses belajar yang akan diikuti siswa pada
berbagai tahap perkembangan pendidikan. Dalam desain kurikulum akan tergambar
unsur-unsur dari kurikulum, hubungan antara satu unsur dengan unsur lainnya,
prinsipprinsip pengorganisasian, serta hal-hal yang diperlukan dalam pelaksanaannya.
Dalam desain kurikulum, ada dua dimensi
penting, yaitu:
(1) substansi, unsur-unsur serta
organisasi dari dokumen tertulis kurikulum,
(2) model pengorganisasian dan
bagian-bagian kurikulum terutama organisasi dan proses pengajaran.
Menurut Beauchamp, kurikulum mempunyai tiga
karakteristik, yaitu:
(1) kurikulum merupakan dokumen tertulis,
(2) berisi garis-garis besar rumusan
tujuan, berdasarkan garis-garis besar tujuan tersebut desain kurikulum disusun,
(3) isi atau materi ajar, dengan materi
tersebut tujuantujuan kurikulum dapat dicapai.
Ada dua hal yang perlu ditambahkan dalam
desain kurikulum:
Pertama, ketentuan-ketentuan tentang
bagaimana penggunaan kurikulum, serta bagaimana mengadakan
penyemprunaan-penyempurnaan berdasarkan masukan dari pengalaman.
Kedua kurikulum itu dievaluasi, baik
bentuk desainnya maupun sistem pelaksanaannya.
Rekayasa kurikulum berkenaan dengan bagaimana
proses memfungsikan kurikulum di sekolah, upaya-upaya yang perlu dilakukan
para pengelola kurikulum agar kurikulum dapat berfungsi sebaik-baiknya.
pengelola kurikulum di sekolah terdiri atas para pengawas/penilik dan kepala
sekolah, sedangkan pada tingkat pusat adalah Kepala Pusat Pengembangan
Kurikulum Balitbang Dikbud dan para Kasubdit/Kepala Bagian Kurikulum di
Direktorat. Dengan menerima pelimpahan wewenang
dari Menteri atau Dirjen, para pejabat pusat tersebut merancang, mengembangkan,
dan mengadakan penyempurnaan kurikulum. Juga mereka memberi tugas dan tanggung
jawab menyusun dan mengembangkan berbagai bentuk pedoman dan petunjuk
pelaksanaan kurikulum. Para pengelola di daerah dan sekolah berperan
melaksanakan dan mengawasi pelaksanaan kurikulum.
Seluruh sistem rekayasa kurikulum menurut Beauchamp mencakup lima hal,
yaitu:
(1) arena
atau lingkup tempat dilaksanakannya berbagai proses rekayasa kurikulum,
(2) keterlibatan
orang-orang dalam proses kurikulum,
(3) tugas-tugas
dan prosedur perencanaan kurikulum,
(4) tugas-tugas
dan prosedur implementasi kurikulum, dan
(5) tugas-tugas
dan prosedur evaluasi kurikulum.
Dari semua uraian tentang hal-hal yang berkaitan dengan teori kurikulum,
Beauchamp (hlm. 82) mengemukakan lima prinsip dalam pengembangan teori
kurikulum, yaitu:
1. Setiap teori kurikulum harus dimulai dengan perumusan (definisi)
tentang rangkaian kejadian yang dicakupnya.
2. Setiap teori kurikulum harus mempunyai kejelasan tentang
nilai-nilai dan sumber-sumber pangkal tolaknya.
3. Setiap teori kurikulum perlu menjelaskan karakteristik
dari desain kurikulumnya.
4. Setiap teori kurikulum harus menggambarkan proses-proses
penentuan kurikulumnya serta interaksi di antara proses tersebut.
5. Setiap teori kurikulum hendaknya menyiapkan diri bagi
proses penyempurnaannya.
Sejarah
Perkembangan Kurikulum di Indonesia
Sejarah kurikulum pendidikan di
Indonesia kerap berubah setiap ada pergantian Menteri Pendidikan, sehingga mutu
pendidikan Indonesia hingga kini belum memenuhi standar mutu yang jelas dan
mantap. Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional
telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984,
1994, 2004, dan 2006. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari
terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam
masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat
rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan
perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang
berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada
penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam
merealisasikannya.
1. Rencana Pelajaran 1947
Awal kurikulum terbentuk pada tahun
1947, yang diberi nama Rencana Pembelajaran 1947. Kurikulum ini pada saat itu
meneruskan kurikulum yang sudah digunakan oleh Belanda karena pada saat itu
masih dalam proses perjuangan merebut kemerdekaan. Yang menjadi ciri utam
kurikulum ini adalah lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia yang
berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain.Kurikulum pertama yang lahir pada masa
kemerdekaan memakai istilah leer plan. Dalam bahasa Belanda, artinya rencana
pelajaran, lebih popular ketimbang curriculum (bahasa Inggris). Perubahan
kisi-kisi pendidikan lebih bersifat politis: dari orientasi pendidikan Belanda
ke kepentingan nasional. Asas pendidikan ditetapkan Pancasila.
Rencana Pelajaran 1947 baru
dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah
perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal
pokok: daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, plus garis-garis besar
pengajaran. Rencana Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikiran. Yang
diutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat, materi
pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian
dan pendidikan jasmani. Setelah rencana pembelajaran 1947, pada tahun 1952
kurikulum Indonesia mengalami penyempurnaan. Dengan berganti nama menjadi
Rentjana Pelajaran Terurai 1952.Yang menjadi ciri dalam kurikulum ini adalah
setiap pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan
kehidupan sehari-hari.
2. Rencana Pelajaran Terurai 1952
Kurikulum ini lebih merinci setiap
mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata
pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata pelajaran,” kata
Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode 1991-1995. Ketika
itu, di usia 16 tahun Djauzak adalah guru SD Tambelan dan Tanjung Pinang, Riau.
Di
penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum
1964. Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral
(Pancawardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang
studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan
jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan
fungsional prak tis.Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964
pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum pendidikan di indonesia.
Kali ini diberi nama dengan Rentjana Pendidikan 1964. Yang menjadi ciri dari
kurikulum ini pembelajaran dipusatkan pada program pancawardhana yaitu
pengembangan moral, kecerdasan, emosional, kerigelan dan jasmani.
3. Kurikulum 1968
Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964,
pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini
diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang
menjadi ciri dari kurikulum ini adalah: bahwa pemerintah mempunyai keinginan
agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD,
sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana (Hamalik, 2004),
yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan, dan
jasmani.
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan
dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan
dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan
kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi
pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum
1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia
Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan
keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi
pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan,
serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat
politis: mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde
Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968
menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan
Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9.
Djauzak menyebut Kurikulum 1968
sebagai kurikulum bulat. “Hanya memuat mata pelajaran pokok-pokok saja,”
katanya. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan
permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang
tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan.
4. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 sebagai pengganti
kurikulum 1968 menekankan pada tujuan,Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan,
agar pendidikan lebih efisien dan efektif. “Yang melatarbelakangi adalah
pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by objective) yang
terkenal saat itu,” kata Drs. Mudjito, Ak, MSi, Direktur Pembinaan TK dan SD
Depdiknas.
Metode, materi, dan tujuan pengajaran
dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini
dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan
bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan
instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan
belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru sibuk
menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.
5. Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung process skill
approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap
penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”.
Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu,
mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara
Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).
Tokoh penting dibalik lahirnya
Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum
Depdiknas periode 1980-1986 yang juga Rektor IKIP Jakarta — sekarang
Universitas Negeri Jakarta — periode 1984-1992. Konsep CBSA yang elok secara
teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami
banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak
sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di
ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan
yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah. Penolakan CBSA
bermunculan.
6. Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Kurikulum 1994 bergulir lebih pada
upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya. “Jiwanya ingin mengkombinasikan
antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara pendekatan proses,” kata
Mudjito menjelaskan.
Sayang, perpaduan tujuan dan proses
belum berhasil. Kritik bertebaran, lantaran beban belajar siswa dinilai terlalu
berat. Dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan lokal disesuaikan
dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian,
keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok
masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum.
Walhasil,menjelma menjadi kurikulum super padat.Kejatuhan rezim Soeharto pada
1998,diikuti kehadiran suplemen Kurikulum 1999.Tapi perubahannya lebih pada
menambah sejumlah materi. Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum
1984 dan dilaksanakan sesuai dengan undang-undang no. 2 tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu
pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan.
Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap
diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi
pelajaran cukup banyak.
Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari
pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai berikut:
ü Pembagian tahapan pelajaran di
sekolah dengan sistem catur wulan.
ü Pembelajaran di sekolah lebih
menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi
pelajaran/isi).
ü Kurikulum 1994 bersifat
populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di
seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang
khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan
kebutuhan masyarakat sekitar.
ü Dalam pelaksanaan kegiatan,
guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif
dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa
guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen
(terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban) dan penyelidikan.
ü Dalam pengajaran suatu mata
pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan
perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat keserasian
antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran yang
menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
ü Pengajaran dari hal yang
konkrit ke ha yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit dan dari hal
yang sederhana ke hal yang kompleks.
ü Pengulangan-pengulangan materi
yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman.
Selama dilaksanakannya kurikulum 1994
muncul beberapa permasalahan, terutama sebagai akibat dari kecenderungan kepada
pendekatan penguasaan materi (content oriented), di antaranya sebagai berikut :
û Beban belajar siswa terlalu
berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi/ substansi setiap
mata pelajaran.
û Materi pelajaran dianggap
terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat perkembangan berpikir siswa,
dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan
sehari-hari.
Permasalahan di atas saat
berlangsungnya pelaksanaan kurikulum 1994. Hal ini mendorong para pembuat
kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum tersebut. Salah satu upaya
penyempurnaan itu diberlakukannya suplemen kurikulum 1994. Penyempurnaan
tersebut dilakukan dengan tetap mempertimbangkan prinsip penyempurnaan
kurikulum, yaitu:
·
Penyempurnaan kurikulum secara terus menerus
sebagai upaya menyesuaikan kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta tuntutan kebutuhan masyarakat.
·
Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk
mendapatkan proporsi yang tepat antara tujuan yang ingin dicapai dengan beban
belajar, potensi siswa, dan keadaan lingkungan serta sarana pendukungnya.
·
Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk
memperoleh kebenaran substansi materi pelajaran dan kesesuaian dengan tingkat
perkembangan siswa.
·
Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan
brbagai aspek terkait, seperti tujuan materi pembelajaran, evaluasi dan
sarana-prasarana termasuk buku pelajaran.
·
Penyempurnaan kurikulum tidak mempersulit
guru dalam mengimplementasikannya dan tetap dapat menggunakan buku pelajaran
dan sarana prasarana pendidikan lainnya yang tersedia di sekolah.
Penyempurnaan kurikulum 1994 di
pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan bertahap, yaitu tahap penyempurnaan
jangka pendek dan penyempurnaan jangka panjang.
Implementasi pendidikan di sekolah
mengacu pada seperangkat kurikulum. Salah satu bentuk invovasi yang
dikembangkan pemerintah guna meningkatkan mutu pendidikan adalah melakukan
inovasi di bidang kurikulum. Kurikulum 1994 disempurnakan lagi sebagai respon
terhadap perubahan struktural dalam pemerintahan dari sentralistik menjadi
disentralistik sebagai konsekuensi logis dilaksanakannya UU No. 22 dan 25
tentang otonomi daerah.
Pada era ini kurikulum yang
dikembangkan diberi nama Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). KBK adalah
seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang
harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan
sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah (Depdiknas, 2002).
Kurikulum ini menitik beratkan pada pengembangan kemampuan melakukan
(kompetensi) tugas-tugas dengan standar performasi tertentu, sehingga hasilnya
dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap serangkat
kompetensi tertentu. KBK diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman,
kemampuan, nilai, sikap dan minat peserta didik, agar dapat melakukan sesuatu
dalam bentuk kemahiran, ketepatan dan keberhasilan dengan penuh tanggungjawab.
Adapun karakteristik KBK menurut
Depdiknas (2002) adalah sebagai berikut:
v Menekankan pada ketercapaian
kompetensi siswa baik secara individual maupu klasikal.
v Berorientasi pada hasil
belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
v Penyampaian dalam pembelajaran
menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
v Sumber belajar bukan hanya
guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
v Penilaian menekankan pada
proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu
kompetensi.
7. Kurikulum 2004
Bahasa kerennya Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK). Setiap pelajaran diurai berdasar kompetensi apakah yang mesti
dicapai siswa. Sayangnya, kerancuan muncul bila dikaitkan dengan alat ukur
kompetensi siswa, yakni ujian. Ujian akhir sekolah maupun nasional masih berupa
soal pilihan ganda. Bila target kompetensi yang ingin dicapai, evaluasinya
tentu lebih banyak pada praktik atau soal uraian yang mampu mengukur seberapa
besar pemahaman dan kompetensi siswa.
Meski baru diujicobakan, toh di
sejumlah sekolah kota-kota di Pulau Jawa, dan kota besar di luar Pulau Jawa
telah menerapkan KBK. Hasilnya tak memuaskan. Guru-guru pun tak paham betul apa
sebenarnya kompetensi yang diinginkan pembuat kurikulum.
Kurikulum ini dikatakan sebagai
perbaikan dari KBK yang diberi nama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
KTSP ini merupakan bentuk implementasi dari UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional yang dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan.
Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan
dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, yaitu: (1)standar isi,
(2)standar proses, (3)standar kompetensi lulusan, (4)standar pendidik dan
tenaga kependidikan, (5)standar sarana dan prasarana, (6)standar pengelolaan,
standar pembiayaan, dan (7)standar penilaian pendidikan.
Kurikulum dipahami sebagai seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara
yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu, maka dengan terbitnya Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005, pemerintah telah menggiring pelaku pendidikan untuk
mengimplementasikan kurikulum dalam bentuk kurikulum tingkat satuan pendidikan,
yaitu kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di setiap satuan
pendidikan.
Secara substansial, pemberlakuan
(baca: penamaan) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) lebih kepada
mengimplementasikan regulasi yang ada, yaitu PP No. 19/2005. Akan tetapi,
esensi isi dan arah pengembangan pembelajarantetap masih bercirikan tercapainya
paket-paket kompetensi (dan bukan pada tuntas tidaknya sebuah subject matter),
yaitu:
ü Menekankan pada ketercapaian
kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
ü Berorientasi pada hasil
belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
ü Penyampaian dalam pembelajaran
menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
ü Sumber belajar bukan hanya
guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
ü Penilaian menekankan pada
proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu
kompetensi.
Terdapat perbedaan mendasar
dibandingkan dengan KBK tahun 2004 dengan KBK tahun 2006 (versi KTSP), bahwa
sekolah diberi kewenangan penuh dalam menyusun rencana pendidikannya dengan
mengacu pada standar-standar yang ditetapkan, mulai dari tujuan, visi-misi,
struktur dan muatan kurikulum, beban belajar, kalender pendidikan hingga
pengembangan silabusnya.
8. KTSP 2006
Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan.
Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Pelajaran KTSP masih tersendat.
Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh
siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004.
Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk
merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta
kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi
lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata
pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen
Pendidikan Nasional. Jadi pengambangan perangkat pembelajaran, seperti silabus
dan sistem penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah
koordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota. (TIAR)
Kurikulum yang terbaru adalah
kurikulum 2006 KTSP yang merupakan perkembangan dari kurikulum 2004 KBK.
Kurikulum 2006 yang digunakan pada saat ini merupakan kurikulum yang memberikan
otonomi kepada sekolah untuk menyelenggarakan pendidikan yang puncaknya tugas
itu akan diemban oleh masing masing pengampu mata pelajaran yaitu guru.
Sehingga seorang guru disini menurut Okvina (2009) benar-benar digerakkan
menjadi manusia yang professional yang menuntuk kereatifitasan seorang guru.
Kurikulum yang kita pakai sekarang ini masih banyak kekurangan di samping
kelebihan yang ada. Kekurangannya tidak lain adalah (1) kurangnya sumber
manusia yang potensial dalam menjabarkan KTSP dengan kata lin masih rendahnya
kualitas seorang guru, karena dalam KTSP seorang guru dituntut untuk lebihh
kreatif dalam menjalankan pendidikan. (2) kurangnya sarana dan prasarana yang
dimillki oleh sekolah.
DAFTAR PUSTAKA :