Senin, 13 Maret 2017

Dr.Dirgantara wicaksono,M.Pd,MM. Tugas Pengembangan Inovasi Kurikulum Judul Hakikat Kurikulum,Konsep Kurikulum dan Sejarah Kurikulum Pendidikan Di Indonesia


HAKEKAT KURIKULUM
A.    Pengertian Kurikulum
1.      Pengertian Kurikulum secara Etimologis
Secara etimologis istilah kurikulum yang dalam bahasa Inggris ditulis “curriculum”  berasal dari bahasa Yunani yaitu “curir” yang berarti “pelari”, dan “curere” yang berarti “tempat berpacu”. Tidak heran jika dilihat dari arti harfiahnya, istilah kurikulum tersebut pada awalnya digunakan dalam dunia Olah raga, seperti bisa diperhatikan dari arti “pelari dan tempat berpacu”, yang mengingatkan kita pada jenis olah raga Atletik.
2.      Pengertian Kurikulum berdasarkan Istilah
Berawal dari makna “curir” dan “curere” kurikulum berdasarkan istilah diartikan sebagai “Jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari mulai dari start sampai finish untuk memeroleh medali atau penghargaan”. Pengertian tersebut kemudian diadaptasikan ke dalam dunia pendididikan dan diartikan sebagai “Sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh seorang siswa dari awal hingga akhir program demi memeroleh ijazah
3.      Menurut Peter F. Oliva
Curriculum is the plan or program for all experiences which the learner encounters under the direction of the school” (Oliva, 1982). Kurikulum adalah suatu program atau rencana yang dikembangkan oleh lembaga (sekolah) untuk memberikan berbagai pengalaman belajar bagi siswa. Definisi tersebut mengandung dua hal penting yang harus dipahami.
Pertama bahwa kurikulum adalah merupakan program atau rencana yang memuat proyeksi yang akan dilakukan oleh lembaga pendidikan.Kedua kurikulum merupakan seluruh pengalaman (all experiences). Batasan kedua ini mengisyaratkan bahwa kurikulum memiliki makna yang lebih luas daripada pengertian yang pertama, artinya selain sebagai rencana, kurikulum juga merupakan seluruh pengalaman atau aktivitas yang terjadi sebagai realisasi dari program atau rencana yang telah dibuat sebelumnya.
4.      Kurikulum menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003
Menurut UU no. 20 tahun 2003, kurikulum adalah “Seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”. (Bab I Pasal 1 ayat 19).
B.     Hakikat Kurikulum
Hakekat kurikulum menurut Saylor, Alexander dan leuwis (1981), membuat kategori rumusan pengertian kurikulum, yaitu:
1.      Kurikulum sebagai rencana tentang mata pelajaran atau bahan-bahan pelajaran.
Menurut kamus webster’s new international dictionary, yang sudah memasukkan istilah kurikulum dalam khasanah kosakata bahasa inggris sejak tahun 1593, member arti kepada istilah kurikulum sebagai berikut:
a.       A course, esp. a specified fixed course of study, as in a school or college, as one leading to a degree.
b.      The whole body of courses offered in an educational institution, or by a department there of.
Definisi diatas artinya:
a.       Sebagai sejumlah pelajaran yang ditetapkan untuk dipelajari oleh siswa disuatu sekolah atau perguruan tinggi, untuk memperoleh ijazasah atau gelar.
b.      Keseluruhan mata pelajaran yang ditawarkan oleh suatu lembaga pendidikan atau suatu departemen tertentu.


2.      Kurikulum sebagai rencana tentang pengalaman belajar
Pengalaman-pengalaman belajar bisa berupa mempelajari mata pelajaran dan berbagai kegiatan lain yang dapat memberi pengalaman beajar yang bermanfaat. Kegiatan belajar pun tidak terbatas pada kegiatan-kegitan belajar didalam kelas atau sekolah, melainkan juga kegiatan yang dilakukan diluar kelas atau sekolah; asalkan dilakukan atas tanggung jawab sekolah (Romine, 1954). 
Menurut strate meyer, frokner dan Mck Kim (1947) menurut ketiga tokoh diatas mengartikan kurikulum dalam tiga cara, yaitu:
a.       Mata pelajaran-mata pelajaran dan kegiatan-kegiatan lain yang dilakukan di kelas
b.      Seluruh pengalaman belajar, baik yang diperoleh dikelas maupun di luar kelas yang disponsori oleh sekolah
c.       Seluruh pengalaman hidup siswa.  Kurikulum mencakup aspek yang cukup luas yakni meliputi seluruh pengalaman siswa, karena menurut ketiga tokoh diatas berpandangan bahwa pendidikan bertugas mempersiapkan siswa untuk dapat berfungsi dan menyesuaikan diri dengan seluruh aspek kehidupan di masyarakat.
Menurut Thorn  ton dan Wright (1964) mengemukakan bahwa kurikulum diguakan utuk menunjukkan kepada semua pengalaman belajar siswa yang diperoleh dibawah pegawasan sekolah.
3.      Kurikulum sebagai rencana tentang kesempatan belajar
Istilah rencana belajar yaitu apa yang diinginkan oleh perencana kurikulum untuk dipelajari siswa selama mengikuti pendidikan di sekolah. Menurut Hilda Taba(1962) menyatakan kurikulum adalah suatu rencana belajar. Oleh karena itu, konsep-konsep tetang belajar dan perkembangan individu dapat mewarnai bentuk-bentuk kurikulum. Rencana belajar mencakup tujuan, materi, organisasi kegiatan dan penilaian keberhasilan belajar.
C.    Konsep Dasar Kurikulum
McNeil (1981) mengkategorikan konsep-konsep kurikulum ke dalam empat macam yaitu:
1.      Konsep kurikulum humanistis
Konsep ini memandang kurikulum sebagai alat untuk mengembangkan diri setiap individu siswa. Tujuan-tujuan kurikulum seharusnya menekankan pada segi perkembangan pribadi, integrasi, dan otonomi individu.  Menurut Maslow yang menekankan pada kajian tentang perjenjangan atau hirarki kebutuhan individual memandang, bahwa setiap individu mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi. Kebutuhan itu beranjak dari yang paling mendasar hingga yang paling tinggi. Kebutuhan mendasar adalah kebutuhan jasmaniah sedangkan kebutuhan tinggi adalah kebutuhan akan perwujudan diri.
Konsep kurikulum humanistis melahirkan bentuk kurikulum yang berpusat pada anak didik. Dalam kurikulum seperti ini setiap siswa berkesempatan belajar sesuai minat dan kebutuhannya masing-masing.
2.      Konsep kurikulum rekonstruksi social
Pada konsep ini menekankan pentingnya kurikulum sebagai alat untuk melakukan rekonstruksi atau penyusunan kembali corak kehidupan dan kebudayaan masyarakat.
Dampak dari penerapan konsep kurikulum ini adalah:
a.       Untuk kepentingan penyusunan kurikulum perlu dianalisis kebutuhan
b.      Berdasarkan kebutuhan-kebutuhan yang dapat dikenali dilakukan penentuan prioritas
c.       Proses pendidikan di sekolah menekankan pada kegiatan pemecahan masalah
d.      Masyarakat dijadikan sebagai sumber belajar.
Konsep kurikulum ini melahirkan bentuk kurikulum yang berpusat pada kegiatan. Kurikulum semacam ini disebut juga dengan kurikulum proyek dan kurikulum pengalaman.
3.      Konsep kurikulum teknologis
Istilah teknologi yang dimaksudakan adalah suatu pendekatan sistem dalam memecahkan masalah-masalah praktis dalam kehidupan. Konsep ini memandang bahwa kurikulum merupakan suatu sistem yang dikembangkan dengan pendekatan sistem. Sebagai suatu sistem kurikulum mempunyai komponen-komponen yang saling berkaitan dalam mengengefektifkan pencapaian tujuan. Konsep kurikulum ini tidak melahirkan suatu bentuk kurikulum tertentu. Konsep ini lebih menekankan pada perancangan sistem belajar mengajar berdasarkan pendekatan sistem. Penerapannya tercermin dari penerapan sistem pengajaran individual.
4.      Konsep kurikulum akademis.
Menurut Elliot Eisner dan Elizabeth Vallance dalam buku Conflicting Conceptions of Curriculum mengemukakan konsep bahwa kurikulum merupakan alat untuk mengembangkan kemampuan kognitif. (Mcneil, 1981) Proses pengembangan kurikulum dilakukan dengan merencanakan kegiatan mempelajari bahan-bahan pelajaran yang bersifat akademis. Konsep kurikulum ini melahirkan bentuk-bentuk kurikulum yang berorientasi pada mata pelajaran.
Bruner (1961) mengajukan suatu bentuk kurikulum akademis ini dalam suatu bentuk kurikulum spiral yakni kurikulum yang berisi sejumlah struktur disiplin ilmu, yang secara berulang-ulang dipelajari oleh siswa diberbagai jenjang sekolah, dengan tingkat kedalaman dan keluasan mempelajari bahan yang makin meningkat sesuai dengan jenjangnya. Bentuk lain dari konsep kurikulum ini adalah kurikulum inti yaitu berisi mata pelajaran dan bahan pelajaran yang bersifat fundamental dan dianggap paling penting untuk dikuasai setiap siswa. Jadi, kurikulum inti merupakan kurikulum umum (mengenai materi pendidikan umum)
Rencana belajar pada kurikulum inti meyediakan dua paket yaitu paket kurikulum inti dan paket elektif, yang berisi bidang-bidang studi yang bisa dipilih sesuai bakat dan minat siswa.
D.    Komponen Kurikulum
1.      Komponen tujuan
Tujuan merupakan gambaran harapan, sasaran yang menjadi acuan bagi semua aktivitas yang dilakukan untuk mencapainya. Istilah yang lebih populer saat ini yang digunakan sebagai padanan tujuan, yaitu “Kompetensi”. Kompetensi merupakan rumusan kemampuan berhubungan dengan aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang harus direfleksikan dalam berfikir dan bertindak secara konsisten.
Adapun jenis tujuan bisa dibedakan dari mulai tujuan yang sangat umum dan bersifat jangka panjang sampai pada tujuan lebih spesifik atau jangka pendek (segera) dengan urutan sebagai berikut.
a.       Tujuan Pendidikan Nasional
Tujuan pendidikan nasional merupakan sasaran akhir yang harus menjadi inspirasi bagi setiap penyelenggara pendidikan pada setiap jenjang, jalur dan jenis pendidikan di seluruh Indonesia. Dalam Undang-undang no. 20 tahun 2003 menjelaskan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
b.      Tujuan Pendidikan Lembaga (Institusional)
Tujuan Pendidikan Lembaga merupakan sasaran, harapan atau arah yang harus menjadi acuan untuk dicapai oleh setiap lembaga pendidikan sesuai dengan jalur, jenjang dan jenis pendidikannya. Istilah yang digunakan saat ini sebagai padanan tujuan institusional ialah “Standar Kompetensi Lulusan/SKL” Misalnya tujuan lembaga pendidikan dasar ialah “Meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.” (Peraturan Mendiknas no. 23 Tahun 2006).
c.       Tujuan Kurikuler (Mata pelajaran)
Tujuan Kurikuler merupakan kemampuan/kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa setelah memelajari suatu mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran. Adapun istilah yang saat ini digunakan sebagai padanan tujuan mata pelajaran (kurikuler) yaitu “standar kompetensi”.
d.      Tujuan Pembelajaran (Instruksional)
Merupakan penjabaran lebih lanjut dari standar kompetensi, yaitu rumusan kemampuan/kompetensi (pengetahuan, sikap, keterampilan) yang harus dimiliki secara segera dan bisa diketahui hasilnya setelah setiap pembelajaran berakhir. Istilah yang digunakan saat ini sebagai padanan tujuan pembelajaran adalah “kompetensi dasar dan indikator” pembelajaran.
2.      Komponen Isi/ materi
Komponen isi dan struktur materi merupakan materi yang diprogramkan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu yang telah ditetapkan. Isi yang dimaksud biasanya berupa bidang-bidang studi, misalnya, Matematika, Bahasa Indonesia, IPA, IPS, Fisika dan sebagainya. Bidang-bidang tersebut disesuaikan dengan jenis dan jenjang pendidikan yang ada di suatu lembaga pendidikan. Isi program kurikulum adalah segala sesuatu yang diberikan kepada siswa dalam kegiatan belajar mengajar dalam rangka mencapai tujuan. Isi kurikulum terdiri dari dua kelompok besar, yaitu jenis-jenis bidang studi yang diajarkan di masing-masing bidang studi tersebut.
3.      Komponen metode/ strategi
Merupakan pendekatan, strategi, dan sistem pengelolaan pendidikan/pembelajaran yang dilakukan di setiap lembaga pendidikan, sehingga program atau kurikulum yang telah ditetapkan dapat berjalan secara efektif, efisien, dan akuntabel.
Ada tiga alternatif pendekatan yang dapatdigunakan:
a.       Pendekatan yang berpusat pada mata pelajaran (subject oriented)
b.      Pendekatan yang berpusat pada siswa (student oriented)
c.       Pendekatan yang berorientasi pada kehidupan masyarakat
d.      Komponen evaluasi
Evaluasi merupakan komponen untuk melihat efektifitas pencapaian tujuan. Fungsi evaluasi menurut Scriven ( 1967 ) adalah evaluasi sebagai fingsi sumatif dan evaluasi sebagai fungsi formatif. Evaluasi sebagai alat untuk melihat keberhasilan pencapaian tujuan dapat dikelompokan kedalam dua jenis, yaitu tes dan non tes.
a.       Tes
Tes digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam aspek kognitif atau tingkat penguasai materi pembelajaran. Adapun jenis-jenis tes adalah sebagai berikut.
1.      Berdasarkan jumlah peserta
a.       Tes kelompok adalah tes yang dilakukan terhadap sejumlah siswa secara bersama-sama.
b.      Tes individual adalah tes yang dilakukan kepada seorang siswa secara perorangan .
2.      Berdasarkan cara penyusunannya
a.       Tes buatan guru disusun untuk menghasilkan informasi yang dibutuhkan oleh guru bersangkutan.
b.      Tes standar adalah tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan siswa.
3.      Dilihat dari pelaksanaannya
a.       Tes tertulis adalah tes yang dilakukan dengan cara menjawab sejumlah item soal dengan cara tertulis. Ada dua jenis tes yang termasuk kedalam tes tertulis ini, yaitu tes essai dan tes objektif.
b.      Tes lisan adalah bentuk tes yang menggunakan bahasa secara lisan.
c.       Tes perbuatan adalah tes dalam bentuk peragaan.
b.      Non Tes
Non tes adalah alat evaluasi yang biasanya digunakan untuk menilai aspek tingkah laku termasuk sikap, minat, dan motivasi. Ada beberapa jenis non tes sebagai alat evaluasi, diantaranya wawancara, observasi, studi kasus, dan skala penilaian.
1.      Observasi
Observasi adalah teknik penilaian dengan cara mengamati tingkah laku pada situasi tertentu. Ada dua jenis observasi, yaitu observasi partisipatif dan non partisipatif.
a.       Observasi partisipatif adalah observasi yang dilakukan dengan menempatkan observer sebagai bagian dimana observasi itu dilakukan.
b.      Observasi non partisipatif adalah observasi yang dilakukan dengan cara observer murni sebagai pengamat. Artinya, observer dalam melakukan pengamatan tidak aktif sebagai bagian dari itu, akan tetapi ia berperan smata-mata hanya sebagai pengamat saja.
2.      Wawancara
Wawancara adalah komunikasi langsung antara yang diwawancarai dan yang mewawancarai. Ada dua jenis wawancara, yaitu wawancara langsung dan wawancara tidak langsung.
a.       Wawancara langsung dimana pewawancara melakukan komunikasi dengan subjek yang ingin dievaluasi.
b.      Wawancara tidak langsung dilakukan dimana pewawancara ingin mengumpulkan data subjek melalui perantara.
3.      Studi Kasus
Studi kasus dilaksanakan untuk mempelajari individu dalam periode tertentu secara terus-menerus.



TEORI KURIKULUM
Salah satu sub teori dari teori pendidikan adalah teori kurikulum. Bekembangnya teori kurikulum ikut andil menjadikan teori pendidikan semakin besar dan pesat. Susunan hierarki teori pendidikan dengan subteori dan teori yang memayunginya dapat dilihat pada bagan berikut ini:
Teori-Teori
IPS

Teori-Teori
Pengajaran

Teori-Teori
Bimb & Kons

Teori-Teori
Kurikulum

Teori-Teori
Evaluasi

Teori-Teori
Administrasi

Teori-Teori Ilmu Pendidikan

Teori-Teori
Desain Kurikulum

Teori-Teori
Rekayasa Kurikulum

Teori kurikulum adalah suatu perangkat pernyataan yang memberikan makna terhadap kurikulum sekolah, makna tersebut terjadi karena adanya penegasan hubungan antara unsure-unsur kurikulum, karena adanya petunjuk perkembangan/penggunaan dan evaluasi kurikulum.
Konsep terpenting yang perlu mendapat penjelasan dalam teori kurikulum adalah konsep kurikulum.
1. Konsep kurikulum
Konsep terpenting yang perlu mendapatkan penjelasan dalam teori kurikulum adalah konsep kurikulum. Ada tiga konsep tentang kurikulum, kurikulum sebagai substansi, sebagai sistem, dan sebagai bidang studi.
a. Konsep pertama, kurikulum sebagai suatu substansi:
Suatu kurikulum, dipandang orang sebagai suatu rencana kegiatan belajar bagi murid-murid di sekolah, atau sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin dicapai. Suatu kurikulum juga dapat menunjuk kepada suatu dokumen yang berisi rumusan tentang tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar-mengajar, jadwal, dan evaluasi. Suatu kurikulum juga dapat digambarkan sebagai dokumen tertulis sebagai hasil persetujuan bersama antara para penyusun kurikulum dan pemegang kebijaksanaan pendidikan dengan masyarakat. Suatu kurikulum juga dapat mencakup lingkup tertentu, suatu sekolah, suatu kabupaten, propinsi, ataupun seluruh negara.
b. Konsep kedua, adalah kurikulum sebagai suatu sistem:
Yaitu sistem kurikulum. Sistem kurikulum merupakan bagian dari sistem persekolahan, sistem pendidikan, bahkan sistem masyarakat. Suatu sistem kurikulum mencakup struktur personalia, dan prosedur kerja bagaimana cara me­nyusun suatu kurikulum, melaksanakan, mengevaluasi, dan menyem­purnakannya. Hasil dari suatu sistem kurikulum adalah tersusunnya suatu kurikulum, dan fungsi dari sistem kurikulum adalah bagaimana memelihara kurikulum agar tetap dinamis.
c. Konsep ketiga, kurikulum sebagai suatu bidang studi:
Yaitu bidang studi kurikulum. Ini merupakan bidang kajian para ahli kurikulum dan ahli pendidikan dan pengajaran. Tujuan kurikulum sebagai bidang studi adalah mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan sistem kurikulum. Mereka yang mendalami bidang kurikulum mempelajari konsep-konsep dasar tentang kurikulum. Melalui studi kepustakaan dan berbagai kegiatan penelitian dan percobaan, mereka menemukan hal-hal barn yang dapat memperkaya dan memperkuat bidang studi kurikulum.
Seperti halnya para ahli ilmu sosial lainnya, para ahli teori kurikulum juga dituntut untuk:
(1) mengembangkan definisi-definisi deskriptif dan preskriptif dari istilah-istilah teknis,
(2) mengadakan klasifikasi tentang pengetahuan yang telah ada dalam pengetahuan-pengetahuan baru,
(3) melakukan penelitian inferensial dan prediktif,
(4) mengembangkan sub­subteori kurikulum, mengembangkan dan melaksanakan model-model kurikulum.
Keempat tuntutan tersebut menjadi kewajiban seorang ahli teori kurikulum. Melalui pencapaian keempat hal tersebut baik sebagai subtansi, sebagai sistem, maupun bidang studi kurikulum dapat bertahan dan dikembangkan.
2. Perkembangan teori kurikulum
Perkembangan teori kurikulum tidak dapat dilepaskan dari sejarah perkembangannya. Perkembangan kurikulum telah dimulai pada tahun 1890 dengan tulisan Charles dan McMurry, tetapi secara definitif berawal pada hasil karya Franklin Babbit tahun 1918. Bobbit Bering dipandang sebagai ahli kurikulum yang pertama, is perintis pengembangan praktik kurikulum. Bobbit adalah orang pertama yang mengadakan analisis kecakapan atau pekerjaan sebagai cara penentuan keputusan dalam penyusunan kurikulum. Dia jugalah yang menggunakan pendekatan ilmiah dalam mengidentifikasi kecakapan pekerjaan dan kehidupan orang dewasa sebagai dasar pengembangan kurikulum.
Menurut Bobbit, inti teori kurikulum itu sederhana, yaitu kehidupan manusia. Kehidupan manusia meskipun berbeda-beda pada dasarnya sama, terbentuk oleh sejumah kecakapan pekerjaan. pendidikan berupaya mempersiapkan kecakapan-kecakapan tersebut dengan teliti dan sempurna. Kecakapan-kecakapan yang harus dikuasai untuk dapat terjun dalam kehidupan sangat bermacam-macam, bergantung pada tingkatannya maupun jenis lingkungan. Setiap tingkatan dan lingkungan kehidupan menuntut penguasaan pengetahuan, keterampilan, sikap, kebiasaan, apresiasi tertentu. Hal-hal itu merupakan tujuan kurikulum. Untuk mencapai hal-hal itu ada serentetan pengalaman yang harus dikuasai anak. Seluruh tujuan beserta pengalaman-pengalaman tersebut itulah yang menjadi bahan kajian teori kurikulum.
Werrett W. Charlters (1923) setuju dengan konsep Bobbit tentang analisis kecakapan/pekerjaan sebagai dasar penyusunan kurikulum. Char­ters lebih menekankan pada pendidikan vokasional.
Ada dua hal yang sama dari teori kurikulum, teori Bobbit dan Charters. Pertama,keduanya setuju atas penggunaan teknik ilmiah dalam memecahkan masalah-masalah kurikulum. Dalam hal ini mereka dipengaruhi oleh gerakan ilmiah dalam pendidikan yang dipelopori oleh E.L. Thorndike, Charles Judd, dan lain-lain. Kedua, keduanya bertolak pada asumsi bahwa sekolah berfungsi mempersiapkan anak bagi kehidupan sebagai orang dewasa. Untuk mencapai hal tersebut, perlu analisis tentang tugas-tugas dan tuntutan dalam kurikulum disusun keterampilan, pengeta­huan, sikap, nilai, dan lain-lain yang diperlukan untuk dapat berpartisipasi dalam kehidupan orang dewasa. Bertolak pada hal-hal tersebut mereka menyusun kurikulum secara lengkap dalam bentuk yang sistematis.
Mulai tahun 1920, karena pengaruh pendidikan progresif, berkembang gerakan pendidikan yang berpusat pada anak (child centered). Teori kuri­kulum berubah dari yang menekankan pada organisasi isi yang diarahkan pada kehidupan sebagai orang dewasa (Bobbit dan Charters) kepada kehidupan psikologis anak pada saat ini. Anak menjadi pusat perhatian pendidikan. Isi kurikulum harus didasarkan atas minat dan kebutuhan siswa. pendidikan menekankan kepada aktivitas siswa, siswa belajar melalui pengalaman. Penyusunan kurikulum harus melibatkan siswa.
Perkembangan teori kurikulum selanjutnya dibawakan oleh Hollis Caswell. Dalam peranannya sebagai ketua divisi pengembang kurikulum di beberapa negara bagian di Amerika Serikat (Tennessee, Alabama, Florida, Virginia), is mengembangkan konsep kurikulum yang berpusat pada masyarakat atau pekerjaan (society centered) maka Caswell mengembangkan kurikulum yang bersifat interaktif. Dalam pengembangan kurikulumnya, Caswell menekankan pada partisipasi guru-guru, berpartisipasi dalam menentukan kurikulum, menentukan struktur organisasi dari penyusunan kurikulum, dalam merumuskan pengertian kurikulum, merumuskan tujuan, memilih isi, menentukan kegiatan belajar, desain kurikulum, menilai hasil, dan sebagainya.
pada tahun 1947 di Univeristas Chicago berlangsung diskusi besar pertama tentang teori kurikulum. Sebagai hasil diskusi tersebut dirumuskan tiga tugas utama teori kurikulum:
(1) mengidentifikasi masalah-masalah penting yang muncul dalam pengembangan kurikulum dan konsep-konsep yang mendasarinya,
(2) menentukan hubungan antara masalah-masalah tersebut dengan struktur yang mendukungnya,
(3) mencari atau meramalkan pendekatan-pendekatan pada masa yang akan datang untuk memecahkan masalah tersebut.
Ralph W. Tylor (1949) mengemukakan empat pertanyaan pokok yang menjadi inti kajian kurikulum:
1. Tujuan pendidikan yang manakah yang ingin dicapai oleh sekolah?
2. pengalaman pendidikan yang bagaimanakah yang harus disediakan untuk mencapai tujuan tersebut?
3. Bagaimana mengorganisasikan pengalaman pendidikan tersebut secara efektif?
4. Bagaimana kita menentukan bahwa tujuan tersebut telah tercapai?
Empat pertanyaan pokok tentang kurikulum dari Tylor ini banyak dipakai oleh para pengembangan kurikulum berikutnya. Dalam konferensi nasional perhimpunan pengembang dan pengawas kurikulum tahun 1963 dibahas dua makalah penting dari George A. Beauchamp dan Othanel Smith. Beauchamp menganalisis pendekatan ilmiah tentang tugas-tugas pengembangan teori dalam kurikulum. Menurut Beauchamp, teori kurikulum secara konseptual berhubungan erat dengan pengembangan teori dalam ilmu-ilmu lain. Hal-hal yang penting dalam pengembangan teori kurikulum adalah penggunaan istilah-istilah teknis yang tepat dan konsisten, analisis dan klasifikasi pengetahuan, penggunaan penelitian­penelitian preckktif untuk menambah konsep, generalisasi atau kaidah­kaidah, sebagai prinsip-prinsip yang menjadi pegangan dalam menjelaskan fenomena kurikulum.
Dalam makalah kedua, Othanel Smith menguraikan peranan filsafat dalam pengembangan teori kurikuklm yang bersifat ilmiah. Menurut Smith, ada tiga sumbangan utama filsafat terhadap teori kurikulum, yaitu dalam (1) merumuskan dan mempertimbangan tujuan pendidikan, (2) memilih dan menyusun bahan, dan (3) perluasan bahasa khusus kurikulum.
James B. MacDonald (1964) melihat teori kurikulum dari model sistem. Ada empat sistem dalam persekolahan yaitu kurikulum, pengajaran (in­struction), mengajar (teaching),dan belajar. Interaksi dari empat sistem ini dapat digambarkan dengan suatu diagram Venn. Melihat kurikulum sebagai suatu sistem dalam sistem yang lebih besar yaitu persekolahan dapat memperjelas pemikiran tentang konsep kurikulum. Penggunaan model sistem juga dapat membantu para ahli teori kurikulum menentukan jenis dan lingkup konseptualisasi yang diperlukan dalam teori kurikulum.
Broudy, Smith, dan Burnett (1964) menjelaskan makalah persekolahan dalam suatu skema yang menggambarkan komponen-komponen dari keseluruhan proses mempengaruhi anak. Skema persekolahan dari Broudy dan kawan-kawannya dapat dilihat pada Bagan 2.4.
Beauchamp merangkumkan perkembangan teori kurikulum antara tahun 1960 sampai dengan 1965. la mengidentifikasi adanya enam komponen kurikulum sebagai bidang studi, yaitu: landasan kurikulum, isi kurikulum, desain kurikulum, rekayasa kurikulum, evaluasi dan penelitian, dan pengembangan teori.
Thomas L. Faix (1966) menggunakan analisis struktural-fungsional yang berasal dari biologi, sosiologi, dan antropologi untuk menjelaskan konsep kurikulum. Fungsi kurikulum dilukiskan sebagai proses bagaimana memelihara dan mengembangkan strukturnya. Ada sejumlah pertanyaan yang diajukan dalam analisis struktural-fungsional ini. Topik dan subtopik dari pertanyaan ini menunjukkan fenomena-fenomena kurikulum. Pertanyaan-pertanyaan itu menyangkut:
(1) pertanyaan umum tentang fenomena kurikulum,
(2) sistem kurikulum,
(3) unit analisis dan unsur­unsurnya,
(4) struktur sistem kurikulum,
(5) fungsi sistem kurikulum,
(6) proses kurikulum, dan
(7) prosedur analisis struktural-fungsional.
BAGAN 2.4 Skema persekolahan dari Broudy, Smith, dan Bunett. CURRICULUM

Content Categories of instruction Modes of Teaching

Facts Symbolic studies Situastion
Concept Basic Sciences Modes
Desriptive Developmental studies Operational
Principles Testhetics studies Modes
Students Learnings:
Cognitive maps
Evaluational maps
Attitudes and
values systems
Associative meanings
and images
Intellectual Operations
Excecutive Operations
Assessment system:
Examinations
Tests: Essay-Objective
Teacher Judgements
Self evaluation
Self inventory
Alizabeth S. Maccia. (1965) dari hasil analisisnya menyimpulkan adanya empat teori kurikulum, yaitu:
(1) teori kurikulum (curriculum theory),
(2) teori kurikulum-formal (formal-curriculum theory),
(3) teori kurikulum valuasional (valuational curriculum theory), dan
(4) teori kurikulum praksiologi (praxiological curriculum theory).
Teori kurikulum (curriculum Theory atau event theory) merupakan teori yang menguraikan pemilihan dan pemisahan kejadian/peristiwa kurikulum atau yang berhubungan dengan kurikulum dan yang bukan. Menurut Maccia, kurikulum merupakan bagian dari pengajaran, teori kurikulum merupakan subteori pengajaran. Teori kurikulum formal memusatkan perhatiannya pada struktur isi kurikulum. Teori kurikulum valuasional mengkaji masalah-masalah pengajaran apa yang berguna/ berharga bagi keadaan sekarang. Teori kurikulum praksiologi merupakan suatu pengkajian tentang proses untuk mencapai tujuan-tujuan kurikulum. Walaupun mungkin, kita tidak setuju dengan seluruh pendapat Maccia, tetapi is telah berhasil menunjukkan sejumlah dimensi kurikulum yang cukup berharga untuk menjelaskan teori kurikulum.
Mauritz Johnson (1967) membedakan antara kurikulum dengan proses pengembangan kurikulum. Kurikulum merupakan basil dari sistem pengembangan kurikulum, tetapi sistem pengembangan bukan kurikulum. Menurut Johnson, kurikulum merupakan seperangkat tujuan belajar yang terstruktur. Jadi, kurikulum berkenaan dengan tujuan dan bukan dengan kegiatan. Berdasarkan rumusan kurikulum tersebut, pengalaman belajar anak menjadi bagian dari pengajaran.
Johnson menganalisis enam unsur kurikulum, yaitu:
1. A curriculum is a structured series of intended learning out comes.
2. Selection is an essential aspect of curriculum formulation.
3. Structure is an essential charactistic of curriculum.
4. Curriculum guide instrcution
5. Curriculum evaluation involeves validation of both selection and structure.
6. Curriculum is the criterion for instructional evaluation.
Jack R. Frymier (1967) mengemukakan tiga unsur dasar kurikulum, yaitu aktor, artifak,dan pelaksanaan. Aktor adalah orang-orang yang terlibat dalam pelaksanaan kurikulum. Artifak adalah isi dan rancangan kurikulum. Pelaksanaan adalah proses interaksi antara aktor yang melibatkan artifak. Studi kurikulum menurut Frymier meliputi tiga I angkah: perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
Ada beberapa masalah atau isu substansial dalam pembahasan tentang teori kurikulum, yaitu definisi kurikulum, sumber-sumber kebijaksanaan kurikulum, desain kurikulum, rekayasa kurikulum, peranan nilai dalam pengembangan kurikulum, dan implikasi teori kurikulum.
Semua rumusan teori kurikulum diawali dengan definisi. Definisi di sini bukan sekadar definisi istilah, melainkan definisi konsep, isi dan ruang lingkup, serta struktur. Beberapa pertanyaan umum tentang karakteristik kurikulum sebagai bidang studi yang perlu didefinisikan umpamanya, apakah kurikulum merupakan suatu konsep dalam sistem persekolahan? Apakah kurikulum mencakup mengajar dan pengajaran? Sampai sejauh mana kegiatan belajar siswa menjadi bagian kurikulum? Apakah ruang lingkup kurikulum sebagai bidang studi? Beberapa pertanyaan yang lebih khusus, yang lebih berkenaan dengan karakteristik desain kurikulum, umpamanya apakah kurikulum harus memiliki serangkaian tujuan khusus? Apakah kurikulum perlu memiliki sejumlah materi untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut? Apakah kurikulum perlu mengadakan rumusan yang lebih spesifik tentang rencana dan bahan pengajaran? Apakah perlu ada spesifikasi tentang makna perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kurikulum?
1. Sumber Pengembangan Kurikulum
Dari kajian sejarah kurikulum, kita mengetahui beberapa hat yang menjadi sumber atau landasan inti penyusunan kurikulum. Pengembangan kurikulum pertama bertolak dari kehidupan dan pekerjaan orang dewasa. Karena sekolah mempersiapkan anak bag! kehidupan orang dewasa, kurikulum terutama isi kurikulum diambil dari kehidupan orang dewasa. Para pengembang kurikulum mendasarkan kurikulumnya atas hasil analisis pekerjaan dan kehidupan orang dewasa.
Dalam pengembangan selanjutnya, sumber in! menjadi lugs meliputi semua unsur kebudayaan. Manusia adalah makhluk yang berbudaya, hidup dalam lingkungan budaya, dan turut menciptakan budaya. Untuk dapat hidup dalam lingkungan budaya, ia harus mempelajari budaya, maka budaya menjadi sumber utama isi kurikulum. Budaya ini mencakup semua disiplin ilmu yang telah ditemukan dan dikembangkan para pakar, nilai-nilai adat-istiadat, perilaku, benda-benda, dan lain-lain.
Sumber lain penyusunan kurikulum adalah anak. Dalam pendidikan atau pengajaran, yang belajar adalah anak. Pendidikan atau pengajaran bukan memberikan sesuatu pada anak, melainkan menumbuhkan potensi­potensi yang telah ada pada anak. Anak menjadi sumber kegiatan pengajaran, ia menjadi sumber kurikulum. Ada tiga pendekatan terhadap anak sebagai sumber kurikulum, yaitu kebutuhan siswa, perkembangan siswa, serta minat siswa. Jadi, ada pengembangan kurikulum bertolak dari kebutuhan-kebutuhan siswa, tingkat-tingkat perkembangan siswa, serta hal-hal yang diminati siswa.
Beberapa pengembang kurikulum mendasarkan penentuan kurikulum kepada pengalaman-pengalaman penyusunan kurikulum yang lalu. Pengalaman pengembangan kurikulum yang lalu menjadi sumber penyusunan kurikulum kemudian. Hal lain yang menjadi sumber penyusunan kurikulum adalah nilai-nilai. Beauchamp menegaskan bahwa nilai dapat merupakan sumber penentuan keputusan yang dinamis. Pertanyaan pertama yang muncul dalam kurikulum yang berdasarkan nilai adalah: Apakah yang harus diajarkan di sekolah? In! merupakan pertanyaan tentang nilai. Nilai-nilai apakah yang harus diberikan dalam pelaksanaan kurikulum?Nilai-nilai apa yang digunakan sebagai kriteria penentuan kurikulum dan pelaksanaan kurikulum.
Terakhir yang menjadi sumber penentuan kurikulum adalah kekuasaan sosial-politik.Di Amerika Serikat pemegang kekuasaan sosial-politik yang menentukan kebijaksanaan dalam kurikulum adalah board of education lokal yang mewakill negara bagian. Di Indonesia, pemegang kekuasaan sosial­politik dalam penentuan kurikulum adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang dalam pelaksanaannya dilimpahkan kepada Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah serta Dirjen Pendidikan Tinggi bekerja sama dengan Balitbangdikbud. pada pendidikan dasar dan menengah, kekuasaan penyusunan kurikulum sepenuhnya ada pada pusat, sedangkan pada perguruan tinggi rektor diberi kekuasaan untuk menentukan kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam penyusunan kurikulum.
2. Desain dan Rekayasa Kurikulum
Telah diutarakan sebelumnya bahwa ada dua subteori dari teori kuri­kulum, yaitu desain kurikulum (curriculum design) dan rekayasa kurikulum (curriculum engineering).
Desain kurikulum merupakan suatu pengorganisasian tujuan, isi, serta proses belajar yang akan diikuti siswa pada berbagai tahap perkembangan pendidikan. Dalam desain kurikulum akan tergambar unsur-unsur dari kurikulum, hubungan antara satu unsur dengan unsur lainnya, prinsip­prinsip pengorganisasian, serta hal-hal yang diperlukan dalam pelaksa­naannya.
Dalam desain kurikulum, ada dua dimensi penting, yaitu:
(1) substansi, unsur-unsur serta organisasi dari dokumen tertulis kurikulum,
(2) model pengorganisasian dan bagian-bagian kurikulum terutama organisasi dan proses pengajaran.
Menurut Beauchamp, kurikulum mempunyai tiga karakteristik, yaitu:
(1) kurikulum merupakan dokumen tertulis,
(2) berisi garis-garis besar rumusan tujuan, berdasarkan garis-garis besar tujuan tersebut desain kurikulum disusun,
(3) isi atau materi ajar, dengan materi tersebut tujuan­tujuan kurikulum dapat dicapai.
Ada dua hal yang perlu ditambahkan dalam desain kurikulum:
 Pertama, ketentuan-ketentuan tentang bagaimana penggunaan kurikulum, serta bagaimana mengadakan penyemprunaan-penyempurnaan berdasar­kan masukan dari pengalaman.
 Kedua kurikulum itu dievaluasi, baik bentuk desainnya maupun sistem pelaksanaannya.
Rekayasa kurikulum berkenaan dengan bagaimana proses memfungsi­kan kurikulum di sekolah, upaya-upaya yang perlu dilakukan para pengelola kurikulum agar kurikulum dapat berfungsi sebaik-baiknya. pengelola kurikulum di sekolah terdiri atas para pengawas/penilik dan kepala sekolah, sedangkan pada tingkat pusat adalah Kepala Pusat Pengembangan Kurikulum Balitbang Dikbud dan para Kasubdit/Kepala Bagian Kurikulum di Direktorat. Dengan menerima pelimpahan wewenang dari Menteri atau Dirjen, para pejabat pusat tersebut merancang, mengembangkan, dan mengadakan penyempurnaan kurikulum. Juga mereka memberi tugas dan tanggung jawab menyusun dan mengembangkan berbagai bentuk pedoman dan petunjuk pelaksanaan kurikulum. Para pengelola di daerah dan sekolah berperan melaksanakan dan mengawasi pelaksanaan kurikulum.
Seluruh sistem rekayasa kurikulum menurut Beauchamp mencakup lima hal, yaitu:
(1) arena atau lingkup tempat dilaksanakannya berbagai proses rekayasa kurikulum,
(2) keterlibatan orang-orang dalam proses kurikulum,
(3) tugas-tugas dan prosedur perencanaan kurikulum,
(4) tugas-tugas dan prosedur implementasi kurikulum, dan
(5) tugas-tugas dan prosedur evaluasi kurikulum.
Dari semua uraian tentang hal-hal yang berkaitan dengan teori kurikulum, Beauchamp (hlm. 82) mengemukakan lima prinsip dalam pengembangan teori kurikulum, yaitu:
1. Setiap teori kurikulum harus dimulai dengan perumusan (definisi) tentang rangkaian kejadian yang dicakupnya.
2. Setiap teori kurikulum harus mempunyai kejelasan tentang nilai-nilai dan sumber-sumber pangkal tolaknya.
3. Setiap teori kurikulum perlu menjelaskan karakteristik dari desain kurikulumnya.
4. Setiap teori kurikulum harus menggambarkan proses-proses penentuan kurikulumnya serta interaksi di antara proses tersebut.
5. Setiap teori kurikulum hendaknya menyiapkan diri bagi proses penyempurnaannya.



Sejarah Perkembangan Kurikulum di Indonesia

Sejarah kurikulum pendidikan di Indonesia kerap berubah setiap ada pergantian Menteri Pendidikan, sehingga mutu pendidikan Indonesia hingga kini belum memenuhi standar mutu yang jelas dan mantap. Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, dan 2006. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya.
1. Rencana Pelajaran 1947
Awal kurikulum terbentuk pada tahun 1947, yang diberi nama Rencana Pembelajaran 1947. Kurikulum ini pada saat itu meneruskan kurikulum yang sudah digunakan oleh Belanda karena pada saat itu masih dalam proses perjuangan merebut kemerdekaan. Yang menjadi ciri utam kurikulum ini adalah lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia yang berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain.Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah leer plan. Dalam bahasa Belanda, artinya rencana pelajaran, lebih popular ketimbang curriculum (bahasa Inggris). Perubahan kisi-kisi pendidikan lebih bersifat politis: dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Asas pendidikan ditetapkan Pancasila.
Rencana Pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok: daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, plus garis-garis besar pengajaran. Rencana Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikiran. Yang diutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat, materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani. Setelah rencana pembelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum Indonesia mengalami penyempurnaan. Dengan berganti nama menjadi Rentjana Pelajaran Terurai 1952.Yang menjadi ciri dalam kurikulum ini adalah setiap pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
2. Rencana Pelajaran Terurai 1952
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata pelajaran,” kata Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode 1991-1995. Ketika itu, di usia 16 tahun Djauzak adalah guru SD Tambelan dan Tanjung Pinang, Riau.
Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Pancawardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional prak tis.Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964 pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum pendidikan di indonesia. Kali ini diberi nama dengan Rentjana Pendidikan 1964. Yang menjadi ciri dari kurikulum ini pembelajaran dipusatkan pada program pancawardhana yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional, kerigelan dan jasmani.
3. Kurikulum 1968
Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah: bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana (Hamalik, 2004), yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan, dan jasmani.
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9.
Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat. “Hanya memuat mata pelajaran pokok-pokok saja,” katanya. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan.
4. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 sebagai pengganti kurikulum 1968 menekankan pada tujuan,Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. “Yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by objective) yang terkenal saat itu,” kata Drs. Mudjito, Ak, MSi, Direktur Pembinaan TK dan SD Depdiknas.
Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.
5. Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).
Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986 yang juga Rektor IKIP Jakarta — sekarang Universitas Negeri Jakarta — periode 1984-1992. Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah. Penolakan CBSA bermunculan.
6. Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya. “Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara pendekatan proses,” kata Mudjito menjelaskan.
Sayang, perpaduan tujuan dan proses belum berhasil. Kritik bertebaran, lantaran beban belajar siswa dinilai terlalu berat. Dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Walhasil,menjelma menjadi kurikulum super padat.Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998,diikuti kehadiran suplemen Kurikulum 1999.Tapi perubahannya lebih pada menambah sejumlah materi. Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan undang-undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak.
Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai berikut:
ü  Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem catur wulan.
ü  Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi).
ü  Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar.
ü  Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban) dan penyelidikan.
ü  Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
ü  Pengajaran dari hal yang konkrit ke ha yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit dan dari hal yang sederhana ke hal yang kompleks.
ü  Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman.
Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan, terutama sebagai akibat dari kecenderungan kepada pendekatan penguasaan materi (content oriented), di antaranya sebagai berikut :
û  Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi/ substansi setiap mata pelajaran.
û  Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.
Permasalahan di atas saat berlangsungnya pelaksanaan kurikulum 1994. Hal ini mendorong para pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum tersebut. Salah satu upaya penyempurnaan itu diberlakukannya suplemen kurikulum 1994. Penyempurnaan tersebut dilakukan dengan tetap mempertimbangkan prinsip penyempurnaan kurikulum, yaitu:
·         Penyempurnaan kurikulum secara terus menerus sebagai upaya menyesuaikan kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan kebutuhan masyarakat.
·         Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk mendapatkan proporsi yang tepat antara tujuan yang ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa, dan keadaan lingkungan serta sarana pendukungnya.
·         Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk memperoleh kebenaran substansi materi pelajaran dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.
·         Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan brbagai aspek terkait, seperti tujuan materi pembelajaran, evaluasi dan sarana-prasarana termasuk buku pelajaran.
·         Penyempurnaan kurikulum tidak mempersulit guru dalam mengimplementasikannya dan tetap dapat menggunakan buku pelajaran dan sarana prasarana pendidikan lainnya yang tersedia di sekolah.
Penyempurnaan kurikulum 1994 di pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan bertahap, yaitu tahap penyempurnaan jangka pendek dan penyempurnaan jangka panjang.
Implementasi pendidikan di sekolah mengacu pada seperangkat kurikulum. Salah satu bentuk invovasi yang dikembangkan pemerintah guna meningkatkan mutu pendidikan adalah melakukan inovasi di bidang kurikulum. Kurikulum 1994 disempurnakan lagi sebagai respon terhadap perubahan struktural dalam pemerintahan dari sentralistik menjadi disentralistik sebagai konsekuensi logis dilaksanakannya UU No. 22 dan 25 tentang otonomi daerah.
Pada era ini kurikulum yang dikembangkan diberi nama Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). KBK adalah seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah (Depdiknas, 2002). Kurikulum ini menitik beratkan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performasi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap serangkat kompetensi tertentu. KBK diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap dan minat peserta didik, agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan dan keberhasilan dengan penuh tanggungjawab.
Adapun karakteristik KBK menurut Depdiknas (2002) adalah sebagai berikut:
v  Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupu klasikal.
v  Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
v  Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
v  Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
v  Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
7. Kurikulum 2004
Bahasa kerennya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap pelajaran diurai berdasar kompetensi apakah yang mesti dicapai siswa. Sayangnya, kerancuan muncul bila dikaitkan dengan alat ukur kompetensi siswa, yakni ujian. Ujian akhir sekolah maupun nasional masih berupa soal pilihan ganda. Bila target kompetensi yang ingin dicapai, evaluasinya tentu lebih banyak pada praktik atau soal uraian yang mampu mengukur seberapa besar pemahaman dan kompetensi siswa.
Meski baru diujicobakan, toh di sejumlah sekolah kota-kota di Pulau Jawa, dan kota besar di luar Pulau Jawa telah menerapkan KBK. Hasilnya tak memuaskan. Guru-guru pun tak paham betul apa sebenarnya kompetensi yang diinginkan pembuat kurikulum.
Kurikulum ini dikatakan sebagai perbaikan dari KBK yang diberi nama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP ini merupakan bentuk implementasi dari UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, yaitu: (1)standar isi, (2)standar proses, (3)standar kompetensi lulusan, (4)standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5)standar sarana dan prasarana, (6)standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan (7)standar penilaian pendidikan.
Kurikulum dipahami sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu, maka dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, pemerintah telah menggiring pelaku pendidikan untuk mengimplementasikan kurikulum dalam bentuk kurikulum tingkat satuan pendidikan, yaitu kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di setiap satuan pendidikan.
Secara substansial, pemberlakuan (baca: penamaan) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) lebih kepada mengimplementasikan regulasi yang ada, yaitu PP No. 19/2005. Akan tetapi, esensi isi dan arah pengembangan pembelajarantetap masih bercirikan tercapainya paket-paket kompetensi (dan bukan pada tuntas tidaknya sebuah subject matter), yaitu:
ü  Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
ü  Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
ü  Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
ü  Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
ü  Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
Terdapat perbedaan mendasar dibandingkan dengan KBK tahun 2004 dengan KBK tahun 2006 (versi KTSP), bahwa sekolah diberi kewenangan penuh dalam menyusun rencana pendidikannya dengan mengacu pada standar-standar yang ditetapkan, mulai dari tujuan, visi-misi, struktur dan muatan kurikulum, beban belajar, kalender pendidikan hingga pengembangan silabusnya.
8. KTSP 2006
Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Pelajaran KTSP masih tersendat. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi pengambangan perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah koordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota. (TIAR)
Kurikulum yang terbaru adalah kurikulum 2006 KTSP yang merupakan perkembangan dari kurikulum 2004 KBK. Kurikulum 2006 yang digunakan pada saat ini merupakan kurikulum yang memberikan otonomi kepada sekolah untuk menyelenggarakan pendidikan yang puncaknya tugas itu akan diemban oleh masing masing pengampu mata pelajaran yaitu guru. Sehingga seorang guru disini menurut Okvina (2009) benar-benar digerakkan menjadi manusia yang professional yang menuntuk kereatifitasan seorang guru. Kurikulum yang kita pakai sekarang ini masih banyak kekurangan di samping kelebihan yang ada. Kekurangannya tidak lain adalah (1) kurangnya sumber manusia yang potensial dalam menjabarkan KTSP dengan kata lin masih rendahnya kualitas seorang guru, karena dalam KTSP seorang guru dituntut untuk lebihh kreatif dalam menjalankan pendidikan. (2) kurangnya sarana dan prasarana yang dimillki oleh sekolah.
DAFTAR PUSTAKA :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar